KPOP Fanfiction

Let Me Love You – Part 2

READ THIS BEFORE YOU READ THE STORY !

Di sini tidak menerima yang namanya ‘SILENT READER’! Setelah membaca wajib meninggalkan jejak such as Like, Comment (Kritik dan Saran dibutuhkan author untuk cerita-cerita selanjutnya), atau pun Share…

Ok… demikian himbauan dari author…sekian dan terima kasih ^^

Enjoy the story ^^

* * * * * * * * * *

 

PART 2

 

Taehyung sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Yoora, menyajikannya di atas meja. Harusnya Taehyung membangunkan Yoora pagi ini. Tapi mengingat kejadian semalam, Taehyung enggan berjalan masuk ke kamar gadis itu untuk membangunkannya. Mungkin nona Yoora butuh istirahat yang banyak, batinnya. Kemudian Taehyung mulai melakukan rutinitasnya, mulai dari mencuci pakaian kotor, membersihkan rumah dan akhirnya bersiap-siap pergi berbelanja untuk mengisi persedian bahan  makanan yang sudah habis.

Taehyung baru akan melangkah keluar dari apartemen sampai ia melihat sosok Yoora yang sedikit lunglai berjalan menuju counter dapur. Meski sedikit senggan, tapi Taehyung tetap berjalan kearah gadis itu menahan tubuhnya dan membantunya berjalan ke arah meja makan dekat counter dapur. Hanya saja, ada yang aneh. Tidak ada bentakan atau pun makian. Gadis itu hanya diam dan membiarkan Taehyung menuntun tubuh lunglainya.

“Mmm..nona, aku akan keluar sebentar untuk berbelanja bahan makanan. Aku akan segera kembali.” Pamit Taehyung kemudian hendak melangkahkan kakinya menjauh, sampai Taehyung merasa lengannya di cengkram lemah oleh tangan mungil Yoora.

“Tae-Taehyung, to-tolong temani aku sebentar saja. Kepalaku pusing sekali dan tubuhku sangat lemas.” Pinta Yoora yang hanya di jawab anggukan patuh pemuda bersurai coklat gelap itu, kemudian duduk di samping gadis itu.

Taehyung menemani Yoora sampai gadis itu menghabiskan sarapannya, membantu gadis itu kembali ke kamarnya setelah membersihkan meja makan.

“Taehyung..bisa antar aku ke kamar mandi? Aku ingin membersihkan wajahku dan menyikat gigi.”  Yoora benar-benar tidak berdaya sekarang. Rasa pusing yang berputar dikepalanya masih menyiksanya dan membuatnya seakan melayang-layang, “..maaf kalau aku  merepotkanmu.” Gumam Yoora pelan tapi bisa didengar Taehyung dengan jelas, membuat pemuda itu terdiam sejenak. Tidak pernah gadis itu seperti ini padanya. Merasa tidak enak padanya. Ini hal baru dan pertama kali setelah setahun Taehyung tinggal dan bekerja dengan gadis itu.

“Ti-tidak apa-apa nona. Aku sudah seharusnya melayani nona dengan baik.” Jawab Taehyung sembari tersenyum lembut kemudian mendudukan gadis itu di kloset yang tertutup, “..ma-mau aku bantu?” tanya Taehyung lagi, namun sedikit ragu. Karena biasanya gadis itu akan menolak dengan membentaknya.

“Ya. Tolong.” Balas Yoora pelan sembari melengkungkan senyum kecil di bibirnya.

Kembali Taehyung terpaku dan terdiam. Jantungnya memompa dua kali lebih cepat dari normalnya. Apa..apa ini benar terjadi atau aku salah lihat? Nona Yoora tersenyum padaku? Batin Taehyung tak yakin dengan apa yang dia lihat.

Tidak ada makian ataupun bentakan. Gadis itu hanya terdiam saat Taehyung membantunya untuk membersihkan wajahnya dan kemudian menggosok giginya. Ya…nona Yoora hanya terlalu lemas untuk melakukan ini, Taehyung…jangan terlalu banyak berharap…batin Taehyung lagi.

Yoora sudah kembali berbaring di atas kasurnya. Setelah memastikan gadis itu sudah kembali terlelap dengan nyaman, Taehyung kemudian berjalan keluar untuk pergi membeli bahan-bahan makanan. Sepanjang perjalanan, Taehyung hanya terus memikirkan sikap Yoora pagi ini yang bisa dibilang aneh dan tidak biasa.

“Nona hanya sedang tidak sehat, makanya dia butuh bantuanku. Iya…pasti begitu.” Gumam Taehyung lebih pada dirinya sendiri.

 

* * * * * * * * * * * *

 

            “Jadi bagaimana?” tanya Daeum dari ujung sambungan telepon.

“Apanya yang bagaimana?” tanya Yoora kembali sembari mengangkat sebelah alisnya, bingung dengan arah pertanyaan Daeum.

“Taehyung. Sudah kau lakukan seperti yang aku katakan padamu?”

“Sudah. Apa kau yakin ini akan berhasil? Aku takut akan mengacaukan semuanya nanti. Aku takut kalau sisi egois ku kembali menguasaiku.” Ujar Yoora dengan nada yang tidak biasa didengar oleh Daeum. Ada khawatir dan rasa tidak percaya diri pada nada bicaranya. Berbeda dengan Yoora yang ia kenal percaya diri dan tidak kenal takut.

“Apa kau benar-benar yakin dengan perasaanmu?”

“Maksudmu..apa?”

“Maksudku..apa kau benar-benar mencintai Taehyung? Atau kau hanya sekedar merasa bersalah karena selama ini memperlakukan Taehyung dengan kasar?”

“Entahlah, Daeum. Aku hanya tidak mengerti. Aku tidak mengerti diriku akhir-akhir ini yang benci pada diriku sendiri setelah berlaku kasar pada Taehyung. Aku tidak mengerti pada diriku sendiri yang merasa terluka melihat Taehyung bersedih dan menangis dalam diam. Aku tidak mengerti pada diriku sendiri yang ingin selalu berada disamping Taehyung. Dan aku tidak mengerti pada hatiku yang menjadi hangat bahkan saat hanya melihatnya saja.”

Ada hening sejenak diantara Yoora dan Daeum sampai akhirnya Yoora mendengar bunyi ‘bip bip’ dari pintu depan apartemennya, “..Taehyung sudah kembali. Aku akan menghubungimu lagi nanti.”

“Baiklah. Tapi ingat ini. Kau hanya perlu melakukan yang hatimu ingin lakukan. Jangan biarkan sisi egois mu menang, Yoora. Karena kurasa..kau..sudah jatuh cinta pada Taehyung.”

Yoora terdiam mendengar kalimat terakhir Daeum. Dan baru Yoora akan menjawab kalimat Daeum, sambungan telepon mereka sudah terputus. Gadis itu kembali berbaring diatas kasurnya. Memikirkan kembali kalimat terakhir Daeum.

Apa aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya?

 

..to be continued..

KPOP Fanfiction

Let Me Love You – Part 1

READ THIS BEFORE YOU READ THE STORY !

Di sini tidak menerima yang namanya ‘SILENT READER’! Setelah membaca wajib meninggalkan jejak such as Like, Comment (Kritik dan Saran dibutuhkan author untuk cerita-cerita selanjutnya), atau pun Share…

Ok… demikian himbauan dari author…sekian dan terima kasih ^^

Enjoy the story ^^

 

* * * * * * * * * * * * *

 

PART 1

 

Sudah 1 tahun lebih Taehyung tinggal dan bekerja dengan Yoora. Sedikit pun perlakuan Yoora tak ada yang berubah. Ya, selalu sama. Taehyung hanya bayangan yang tak terlihat oleh Yoora.

“Nona Yoora, bangun. Sarapan anda sudah siap.” panggil Taehyung lembut sembari mengguncang pelan tubuh Yoora yang masih terbungkus dengan bedcover, “..nona, bangun kalau tidak anda akan-”

“APA KAU BISA SEHARI SAJA TIDAK MENGGANGGU HIDUPKU?!” bentak Yoora membuat Taehyung sedikit tersentak. Tapi hal ini adalah hal yang biasa untuknya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Taehyung membungkuk sedikit, meski tak dilihat oleh Yoora, kemudian berjalan keluar dari kamar gadis itu.

Setengah jam kemudian Yoora keluar dari kamarnya dan langsung duduk di depan meja makan, menyantap sarapannya dalam diam. Sedang Taehyung sibuk mengangkut sekeranjang pakaian kotor untuk di cuci. Diam-diam Taehyung memandang Yoora yang sudah selesai dengan sarapannya dan bersiap-siap pergi. Gadis itu melenggang keluar tanpa berkata apa-apa, “..semoga harimu menyenangkan.” bisik Taehyung lirih. Dia tau, sudah seharusnya dia menyerah dan membuang perasaannya jauh-jauh. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Rasa cinta yang ia miliki untuk Yoora bertambah besar tiap saat. Meski Taehyung sendiri tau kalau sangat mustahil cinta itu untuk terbalas.

 

* * * * * * * * * *

 

“Kenapa wajahmu muram seperti itu? Lihat di luar langit sangat cerah.” goda Jae Eun ketika melihat Yoora masuk dalam ruang ganti, “..pemotretan hari ini akan gagal kalau wajahmu seperti itu? ada masalah apa?” tanya Jae Eun kali ini mengambil tempat di samping Yoora yang telah duduk di sofa sembari melipat kedua tangannya kesal.

“Aku benci! Kenapa harus selalu seperti ini?!” gumam Yoora lebih pada dirinya sendiri.

“Benci? siapa? ayo beri tau aku siapa yang mengganggu mood mu di hari sepagi ini?”

“Tidak. Tidak ada. Ayo cepat kerjakan make up ku dan kita langsung mulai pemotretannya. Aku sedang tidak dalam keadaan ingin menceritakan apapun kepada siapapun.” tandas Yoora yang hanya di balas gidikan bahu oleh Jae Eun yang kemudian mempersilahkan para stylist dan makeup artits melakukan pekerjaan mereka.

Dan pemotretan pun berjalan dengan cepat dan lancar. Baru saja Yoora akan melenggang keluar dari kantor sampai ia merasa bahunya di tepuk pelan seseorang. Yoora baru akan mengumpat orang itu dengan kata kasar, sampai akhirnya menaham mulutnya sendiri setelah melihat sosok Daeum tersenyum padanya.

“Yah! Jangan lakukan itu! Hariku sedang buruk sekarang.” Seru Yoora kesal pada gadis yang hanya terkikik pelan disampingnya.

“Apa yang membuatmu kesal? Jangan bilang…”

“Ya..ya..aku tau! Aku bodoh dan egois.” Potong Yoora dengan wajah merengut. Ada rasa bersalah tergambar di mata gadis itu membuat Daeum memegang pundak Yoora memutar gadis itu sedikit padanya, “..ayo kita bicarakan ini di tempat lain. Kau tentu tidak mau ada gosip-gosip tak jelas berkeliaran dimana-mana kan?” tawar Daeum yang hanya di jawab anggukan pelan Yoora.

 

* * * * * * * * * *

 

Taehyung sudah menyiapkan beberapa jenis makanan diatas meja. Dan semua makanan itu adalah makanan kesukaan Yoora. Taehyung menyiapkan semua makanan itu dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, pemuda bersurai coklat gelap itu melirik ke arah jam dinding, melihat waktu yang ditunjuk oleh jarum jam. Sekarang sudah pukul 07.30. Sebentar lagi Yoora akan kembali, pikir Taehyung. Segera pemuda itu berlari ke arah kamar mandi milik Yoora dan menyiapkan air hangat untuk gadis itu.

Semuanya sudah beres. Hanya tinggal menunggu Yoora pulang. Setelah beberapa lama menunggu, kembali Taehyung melihat kearah jam dinding, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 09.25. Harusnya Yoora sudah pulang sejam yang lalu.

Taehyung terus menunggu dan menunggu, sambil sesekali melihat ke arah jam dinding. Ada rasa khawatir yang mengganggu hati dan pikiran Taehyung.

Setelah beberapa lama menunggu, terdengar bunyi ‘bip bip’ dari pintu depan yang menandakan seseorang sedang memasukan password, dan tak lama kemudian Yoora muncul dari balik pintu apartemen. Tubuhnya lunglai, wajahnya merah dan terdengar racauan-racauan tak jelas dari mulut gadis itu. Dia mabuk. Sangat mabuk.

Segera Taehyung berlari kea rah Yoora dan menangkap tubuh gadis itu sebelum dia terjatuh. Perlahan, Taehyung membopong Yoora dan mendudukannya di sofa.

“No-nona anda tidak-“

“PERGI KAU! KENAPA KAU MASIH DISINI, HUH?!”

Taehyung hanya membatu dan menerima semua bentakan itu. Ia takut. Ya, sangat takut. Hanya saja, hatinya tidak mengijinkannya pergi meninggalkan gadis itu dalam keadaan seperti ini.

“KENAPA KAU MASIH DISINI, BODOH?! KAU HARUSNYA TAU KALAU AKU SANGAT MEMBENCIMU! AKU MENYESAL DENGAN MEMBAWAMU KEMARI DAN MEMBUAT HIDUPKU MAKIN TIDAK NYAMAN! KAU ALASAN AKU SELALU PULANG LARUT! AKU TIDAK MAU MELIHATMU! KAU MEMBUATKU SESAK DAN TIDAK NYAMAN BERADA DALAM RUMAHKU SENDIRI! AKU MEMBENCIMU KIM TAEHYUNG…SANGAT MEMBENCIMU!”

Harusnya ia sudah terbiasa dengan kata-kata seperti ini. Harusnya, hatinya harus bisa menerima semua kata-kata yang diucapkan Yoora ini. Dan harusnya, ia tidak mencintai Yoora begitu dalam, sampai akhirnya merasa mustahil untuk menghilangkan perasaan ini begitu saja.

Hanya air mata yang dalam diam menemani Taehyung sembari menatap wajah teduh Yoora yang sudah tertidur. Banyak hal yang ia katakan. Dan semua itu memang menyakitkan. Hanya saja, itu kenyataan yang harus Taehyung terima.

“Maafkan aku..” ucap Taehyung lirih.

 

To be continued…

KPOP Fanfiction

MIND TO READ?

Eiyooo good reader!

Author kembali lagi niih dengan cerita baru..dan untuk cerita yang lainnya yang author pastikan akan di lanjutkan..tapi sambil menunggu cerita author yang lainnya..nih, author mau kasih cerita dengan tema baru..

Hope you enjoy..

*NB : By the way ini baru sinopsis nya aja (perkenalan dulu laahh hehe) let me know if you wan to read this story and i will post the first chapter for you..(comment on bellow if you want to read the story ^^)

 

 

SHORT FANFICTION : LET ME LOVE YOU

 

Cast    :

  • Kim Taehyung (BTS V)
  • Kim Yoora (fictional character)

 

Sinopsis        :

 

Awalnya aku memang tidak pernah menerimamu masuk dalam kehidupanku…

Awalnya aku hanya menganggapmu bagian dari sebuah kesialan yang harus aku jalani…

Aku membencimu…

Aku melukaimu…

Berusaha membuatmu membenciku dan dengan sendirinya akan pergi dari hidupku…

Tapi kau tetap disana…tersenyum dan menungguku…

Dan sekarang…

Aku ingin kau selalu ada bersamaku…

Bersyukur kau hadir dalam kehidupanku…

Aku mencintaimu…

Kau ‘rumah’ ku…

Duniaku…segalanya bagiku…

Tolong ijinkan aku mencintaimu…

Mencintaimu sebesar kau mencintaiku…

 

Kim Taehyung, pemuda yatim piatu dari desa yang datang ke Seoul untuk mencari kehidupan yang lebih baik, bertemu dengan Kim Yoora, seorang super model cantik, yang kemudian menjadikan Taehyung sebagai pelayan pribadinya. Melakukan semua yang diperintahkan Yoora padanya apapun itu.

 

Taehyung tau, jatuh cinta pada Yoora adalah hal yang paling terlarang yang pernah ia rasakan. Tidak mungkin gadis seperti Yoora mau seseorang sepertinya, apalagi sikap Yoora yang dengan jelas membenci kehadiran Taehyung dalam hidupnya.

 

Apakah cinta itu mungkin untuk Taehyung?

 

Marc Marquez FanFic

Two Shot FF : I Choose to Love You

CYMERA_20160616_195603

Starting with..

Marc Marquez Alenta (MotoGP Rider)

IU / Lee Ji Eun (K-POP Singer)

And the other cast…

********************

PART I

 Marc’s POV . . .

Mereka boleh mengataiku tuli. Keras kepala. Bodoh. Apapun itu. Aku tidak perduli. Yang mereka lihat hanyalah permukaannya saja. Mereka bahkan tak pernah mencoba sedikit memahami perasaan orang lain.

“Pokoknya, mommy tidak akan merestui kalian berdua. Seribu kali pun kau memohon, keputusan mommy akan tetap sama, Marc! Kau dan gadis itu tidak akan mendapat restu dari mommy. Camkan itu!”

“Memangnya kenapa dengan Ji Eun? Hanya karena dia artis dan model yang sering terkena skandal makanya mommy seperti ini? Mommy hanya tidak mengenal Ji Eun makanya mommy seperti ini. Lagipula semua skandal itu hanyalah omong kosong yang dibuat untuk menjatuhkannya. Aku tidak percaya dengan semua sampah yang dibuat media-media sialan itu, mom!”

“Kau tidak perduli tapi mommy perduli, Marc! Kau adalah calon pewaris Eagle Group dan mommy tidak mau kehormatan keluarga kita tercemar karena gadis itu. Dia tidak pantas menjadi salah satu dari kita, Marc!”

“Terserah apa kata mommy. Aku mencintai Ji Eun dan aku hanya akan menikah dengan Ji Eun. Itu keputusanku.”

Aku masih ingat semua itu. Semua penolakan yang mereka berikan padanya secara terang-terangan. Mereka hanya melihatnya dari luarnya. Mereka tak pernah tau dia yang sebenarnya. Pribadinya yang sebenarnya, yang membuatku mantap memilihnya untuk melengkapi hidupku.

“Kau bertengkar lagi dengan ibumu, Marc?”

“Mommy terlalu keras kepala, Ji Eun. Aku kesal terus menerus bedebat dengannya..”

“Karena aku. Marc, yang keras kepala itu kau, bukan ibumu.”

“Maksudmu?”

“Dibelahan dunia manapun, seorang ibu akan selalu melakukan dan memutuskan hal terbaik untuk anak-anak mereka. Jadi, cobalah untuk tidak terus mendebat ibumu.”

“Maksudmu aku harus mengalah pada mommy dan melepaskanmu? Tidak, Ji Eun. Aku pun tidak benci pada mommy, hanya saja aku kecewa dengan sikapnya yang hanya melihatmu dari hal-hal omong kosong itu. Aku…aku…aku hanya ingin mommy menerimamu. Karena jika tidak dan aku harus dipisahkan darimu, sama saja mereka membunuhku, Ji Eun.

Aku mencintaimu, kau segalanya untukku. Kau bukan hanya kekasihku, tapi kau juga hidup dan nafasku. Aku tak bisa hidup tanpamu.”

“Terima kasih sudah begitu mencintaiku, Marc. Tapi kumohon jangan seperti pada ibumu. Kalau kau mau meyakinkan ibumu, emosi dan melarikan diri seperti ini bukanlah jalan keluarnya. Buktikan padaku Marc kalau kau benar-benar ingin kita selalu bersama.”

Ya. Dia hidupku. Aku tak bisa hidup tanpanya. Hati ku sudah memilih. Dan hatiku ini sudah memilih untuk mencintainya. Dan hanya dia.

Marc’s POV end . . .

“Kau mau kemana, Marc? Ini sudah larut malam. Sebaiknya kau istirahat, karena besok ada rapat dengan para pemegang saham.”

“Aku hanya keluar sebentar, mom.”

“Kau mau bertemu gadis itu, kan?”

Wanita itu berbalik menatap Marc dengan nyala mata yang tajam. Amarahnya mulai naik ketika putranya itu balik menatap matanya dengan tajam.

“Kumohon mommy jangan menghalangiku atau mendebatku lagi. Aku terlalu lelah untuk berdebat dengan mommy dan semua prasangka buruk mommy itu.”

“Lihat! Sejak kau bersama gadis itu kau jadi berubah, Marc. Kau tak lagi patuh pada mommy bahkan kau tak segan-segan mendebat mommy mu ini. Perempuan itu sudah cukup memberikan dampak yang buruk padamu, Marc!”

“Bukan aku yang berubah, tapi mommy yang berubah! Aku seperti sudah tidak mengenal mommy lagi. Dan kurasa alasan daddy meninggalkanmu jelas sekarang.”

‘PLAK!’ sebuah tamparan keras mendarat tepat dipipi kiri Marc, “..apa yang katakan, hah?! Dasar kurang ajar!”

Marc hanya memegang pipinya kemudian kembali menatap ibunya dengan tajam, “..ini bukti. Bukti bahwa mommy ku sudah berubah. Bahkan aku tak lagi mengenal wanita yang berdiri dihadapanku sekarang. Kau terlihat seperti orang asing bagiku.”

Tanpa menunggu balasan dari wanita paruh baya itu, Marc langsung melenggang pergi. Sedang Roser, hanya mampu menangis menyesali apa yang sudah ia lakukan pada putranya itu, “..gadis sialan itu akan membayar semuanya.” Desis Roser geram. Pandangan matanya sarat akan kebencian yang teramat sangat. Lihat saja, aku akan membuatnya menyesal karena telah merebut putraku dariku.

Marc sudah berdiri bersandar disamping mobilnya sembari melirik kearah arloji yang melingkar ditangan kirinya, “..lama sekali.” Gumam Marc mulai tidak sabaran.

Dan tak lama berselang seorang gadis berwajah oriental datang menepuk pundaknya, “..sudah lama menunggu?” tanya gadis itu sembari tersenyum manis. Sedang Marc hanya mampu mematung menatap gadis itu. Dia sangat cantik malam ini, long sweater cream yang dipadukan dengan hotpants putih dan sneaker putih, juga rambut coklat yang dibiarkan tergerai. Meski sederhana namun tetap kelihatan sangat cantik.

“Marc..kau dengar aku kan? Apa kau sudah menunggu lama?”

Belum mau menjawab, Marc hanya meraih gadis itu dan membawanya dalam dekapannya, “..belum begitu lama. Tapi, malam ini kau cantik sekali. Sampai-sampai aku pangling melihatmu tadi.” Bisik Marc dipucuk kepala Ji Eun.

“Jadi hanya malam ini saja aku cantik?”

“Setiap hari. Setiap saat. Kau akan selalu terlihat cantik dimataku.”

“Bagitu? Bagaimana kalau nanti aku sudah tua dan mulai berkeriput?”

“Akan sama saja dimataku. Kau akan menjadi wanita tua paling cantik.”

Gadis itu tertawa renyah didalam dekapan Marc, “..aku mencintaimu, Marc.”

“Aku juga, sayang. Sangat..sangat..sangat mencintaimu.”

Berada dekat seperti ini, membuat keduanya sedikit lupa akan masalah-masalah besar yang sedang mereka hadapi. Terlebih Marc, gadis inilah kekuatannya. Obat yang dapat menyembuhkan luka yang timbul akibat kekecewaan terhadap perlakukan ibunya. Entah apa jadinya hidup Marc jika gadis itu lebih memilih menyerah dalam peperangan ini dan meninggalkannya. Mungkin Marc akan mati. Ya. Mungkin dia akan mati jika harus hidup tanpa gadis itu.

Marc mengajak gadis itu masuk kedalam mobil. Akan sangat berbahay jika mereka ketahuan.

“Bagaimana dengan ibumu?”

“Masih sama.”

“Ibumu tidak salah, Marc. Wajar saja jika seorang ibu tidak setuju dengan wanita pilihan putranya kalau wanita itu…terlihat tidak baik sepertiku.”

Gadis  itu menunduk. Ya. Akhir-akhir ini rasa penyesalan mulai menghantui pikirannya. Pertengkaran yang terjadi antara Marc dan ibunya, semuanya disebabkan olehnya. Karena cinta Marc yang terlalu besar padanya. Ji Eun pun tak bermaksud menyalahkan cinta yang ada diantara mereka. Namun, sangat tidak baik jika Marc terus menerus bertengkar dengan ibunya hanya karena seorang gadis yang tidak baik seperti dia.

“Terlihat tidak baik karena rumor-rumor omong kosong itu. Dan herannya kenapa mommy bisa mempercayai itu semua.”

“Bagaimana jika salah satu dari rumor itu ada yang benar dan ibumu sendiri yang menjadi saksinya?”

Pertanyaan Ji Eun itu sukses membuat Marc memicing penuh tanya. Apa maksud Ji Eun dengan mengatakan hal ini?

“Maksudmu? Ji Eun, apa ada yang kau sembunyikan dariku?”

Bukan hanya pertanyaan Marc saja yang tajam, namun sorot mata Marc pun sama tajamnya dengan pertanyaannya.

“Bagaimana kalau kau bertanya sendiri pada ibumu. Tanyakan padanya alasan sebenarnya ia mantap menolakku dari hidupmu.”

Gadis itu pun membuka pintu mobil dan keluar dari dalamnya, kemudian berjalan menjauh dari mobil Marc. Sedang pria itu, hanya bisa membatu sampai-sampai ia tak dapat bergerak untuk mencegah gadis itu tidak pergi.

Apa maksudnya? Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini?

 

*****************

 

            Tanpa harus banyak basa-basi lagi, sesampainya Marc dirumah dan masih mendapati ibunya duduk disofa ruang tengah, Marc langsung bertanya soal apa yang Ji Eun katakan padanya tadi.

“Mom, apa alasanmu yang sebenarnya menolak Ji Eun? Tolong jelaskan padaku tanpa ada yang harus mom tutupi lagi.”

Wanita paruh baya itu menatap Marc sebentar kemudian mengambil sebuah map coklat dan meyodorkannya pada Marc. Pria itu membuka map tersebut dan mengeluarkan isinya dengan hati-hati.

‘DEG!’ Seperti dihujam pisau berkali-kali, sesakit itulah hati Marc saat ini.

“Inilah yang membuat Mommy tidak mau kau bersama gadis itu, Marc.” Ujar Roser lirih. Sedang Marc, pria itu masih membantu sembari menatap lurus kearah foto-foto yang didalamnya ada seorang gadis yang ia sangat kenal, bermesraan dengan seorang pria di diskotik, “..jangan sakiti dirimu Marc. Jauhi gadis itu.” sambung Roser sembari menangis terisak.

Inilah yang membuat firsat Marc sedari tadi tidak enak. Firasat akan hari yang paling ia takutkan datang. Kenapa dia tega? Apa salahku?

Ponsel Marc berdering, pertanda ada sebuah pesan baru masuk. Namun pria itu hanya menatap nanar kearah ponselnya yang pada layar itu tertulis nama Ji Eun sebagai si pengirim pesan. Perlahan Marc mengangkat ponsel itu dan membaca isi pesan yang dikirimkan gadis itu.

‘Kau sudah bertanya pada ibumu? Kalau sudah, kuharap kau sudah mendapat jawabannya. Maafkan aku, Marc. Kau selama ini salah menilaiku. Aku bukan gadis baik seperti yang kau pikirkan. Jadi, kuharap kau melupakan semua impianmu itu. Dan jangan pernah berharap soal cinta itu lagi.’

Dengan penuh amarah Marc membanting ponselnya hingga hancur tak beraturan. Menangis. Menjerit sekeras-kerasnya. Menyerukan rasa sakit yang terus menghujam hatinya. Rasa sakit yang teramat sangat. Pria itu kemudian terduduk sembari menangis sejadi-jadinya. Berusaha mengeluarkan rasa sesak yang ada dihatinya. Namun semakin keras ia menangis dan menjerit, rasa sesak itu makin mencekiknya. Bahkan rasa-rasanya hampir membunuhnya.

Aku percaya padanya. Aku juga sangat mencintainya. Tapi kenapa harus begini? Tuhan..bukankah aku selalu berdoa padaMu agar kau selalu menjaga cinta kami? Tapi kenapa? Kenapa Kau memperlakukanku seperti ini? Kenapa Kau malah mengambil cinta itu dariku? Apa salahku?

 

***************

 

“Kau yakin cara ini akan berhasil?”

“Tentu saja. Setelah rencana ini kita jalankan. Kau akan bisa menguasai Eagle Group secara untuh.”

Kedua pria itu tersenyum licik satu sama lain. Dari tatapan mereka jelas ada sebuah rencana jahat yang sudah diatur.

“Lalu, bagaimana kalau seandainya rencana mu ini gagal?”

“Percayalah padaku. Mereka orang-orang yang profesional.”

“Aku tidak mau semuanya gagal dan akhirnya aku harus berakhir tragis dipenjara. Karena jika itu sampai terjadi, kau tentu sudah tau apa yang dapat seorang Jorge Lorenzo lakukan padamu, bukan?” pria bermata coklat cerah itu menatap tajam mengancam pria yang berbeda generasi didepannya.

“Aku tak akan mengecewakanmu tuan Jorge.”

Setelah ini. Mereka akan tau siapa aku yang sebenarnya…

 

To be continued….

Uncategorized

I’m Back!!!

Dear para reader yang masih setiap intip-intip blog ini. Terima kasih banyak untuk kalian semua. Maaf kalo komen2 kalian belum sempat author balas satu persatu. Tapi author janji kedepannya author akan menyempatkan diri membalas komen2 kalian (emang lu penting yang, thor? (-_-“)) Dan satu kabar gembira lagi, bahwa author sudah menyelesaikan FF ‘Proposal To Love You #3’!! Daaaannnn…akan diposting setelah author selesai berperang (alias UAS)

Semoga kalian masih menanti yaa??

 

Uncategorized

Just a lil’ announcements :D

sad_stitch_by_tharene-d6byj8u

..buat yang mau membaca kelanjutan FF Anime : Let Me Love You…tak akan lagi diposting diblog ini karena, blog ini hanya akan dikhusus kan untuk FF Marc Marquez 😀 dan untuk membaca lanjutan FF Anime author bisa kunjungi http://mynaruhinafanfic.blogspot.com/ 😀

Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya 😀 ..

~ Author ~

Marc Marquez FanFic

The Proposal To Love You #2

BeFunky_TPTLY.jpg

FINALLYYYYY!!!! Ah! Akhirnya author bisa sedikit mup on 😀 dan kembali menyelesaikan FF ini 😀 meski nantinya sedikit mengecewakan 😀 untuk itu author butuh kritik dan saran dari pembaca semua 😀 Baiklah, author ini gk mau banyak monyong lagi daahh…Happy reading all dear readers yang sudah dengan setia menunggu FF ini 😀

*Plagiators and Silent Reader are not Welcome!*

*********************************************

Part 2 :

 

Dalam ruangan itu Marc mencoba setenang mungkin. Tapi, tatapan datar penuh intimidasi itu mau tak mau membuat Marc sedikit gemetar takut.

Pria itu susah payah meneguk ludahnya sembari bangkit berdiri untuk menyampaikan presentasi yang sudah semalaman dikerjakannya. Kau harus dapatkan pekerjaan ini Marc..harus! satu tekat itu saja membuat tubuh Marc lebih sedikit ringan.

“Baiklah, tuan Marquez. Silahkan mulai presentasi anda.”

Marc menghela napas sebentar sebelum menampilkan hasil kerjanya itu. Dan ketika layar LCD putih berukuran sedang itu menampilkan hasil kerjanya, Marc mulai berbicara. Masih ada sedikit rasa gugup yang memompa jantungnya dengan keras, tapi Marc berusaha semampu mungkin untuk menepis perasaan paling tidak enak itu. Yang ia pikirkan hanyalah, bagaimana caranya untuk membuat para tetuah perusahaan ini terkesan dan membuat mereka mau menerimanya diperusahaan ini.

Mulai dari grafik penjualan perusahaan itu, sampai tawaran solusi dari hasil penjualan akhir-akhir ini yang menurun, menjadi bahan presentasi Marc. Bukan hanya itu saja, Marc juga menampilkan, bagaimana cara membuat iklan yang menarik untuk menjual produk-produk perusahaan. 30 menit waktu presentasi pun berakhir. Setelah Marc membungkuk dan mengucapkan terima kasih, senyum puas juga mengembang dari bibir para tetuah perusahaan itu. Setidaknya senyum puas mereka bisa menjadi angin segar untuk Marc dan juga sebagai rambu pertanda kalau Marc akan diterima diperusahaan itu.

Hingga angin segar itu tiba-tiba berubah dingin dan tegang ketika seorang gadis muda cantik dan sebaya Marc memasuki ruangan itu dengan tatapan super dingin yang, seumur hidup Marc, belum pernah dilihatnya.

“Apa yang membuat kalian puas dengan hasil presentasinya?”

“No-nona, kami akan memintanya mengulang lagi dari..”

“Tidak perlu. Aku sudah cukup banyak melihatnya dari luar. Dan aku lumayan kecewa dengan cara kalian menilai hasil presentasinya.”, “..aku tidak butuh pegawai dengan pengalaman minim juga wawasan sempit seperti itu.”

Tanpa menunggu bantahan atau jawaban dari siapapun, gadis itu langsung melenggang keluar tanpa ragu. Dalam hati, Marc terus bertanya, siapa gadis mengerikan itu. Tatapannya benar-benar mengisyaratkan pertanyaan dibenaknya itu sehingga seorang tetuah pun menjawab pertanyaan dibenak Marc itu.

“Dia Lee Ji Eun, Presiden Direktur City’s Group. Dan kami harap kau mau memahaminya. Dia memang sangat selektif dalam memilih karyawan. Tapi, kami akan coba membicarakan ini dengannya. Kami memang sedang mencari solusi atas penjualan yang akhir-akhir ini menurun, dan kami rasa kau bisa memberikan solusi itu, tuan Marquez.”

“Kalau begitu, biar saya juga coba bicara dengan nona Lee.”

“Tidak perlu. Kami akan menghubungimu lagi nanti.”

“Baiklah. Saya menunggu jawaban kalian semua. Terima kasih.”

Sekali lagi Marc membungkuk sebelum meninggalkan ruangan itu. Jujur, ia sedikit kecewa dengan apa yang terjadi tadi. Seharusnya gadis itu mau mengikuti saran salah satu tetuah perusahaan tadi dan mendengar presentasi Marc dari awal.

Piuuh..kupikir hari ini akan berjalan dengan baik. Seharusnya aku mendengarkan Tito dan tidak melamar kemari. Tapi…aku tidak sepenuhnya gagal kan? Toh, mereka masih akan membicarakan ini dengan nona presdir itu. Astaga, aku tak bisa membayangkan bagaimana jadinya diriku kalau seandainya aku diterima bekerja disini. Mungkin gadis itu tidak akan memberikanku kesempatan untuk bernafas.

 

“Hei dude! Kau sudah pulang? Bagaimana tadi? Apa mereka menyukai presentasimu?” Tanya Tito beruntun dengan semangat. Sedang yang ditanya hanya diam dan masih enggan untuk menjawab. Marc terlalu lelah sekarang. Entah apa yang harus ia katakan pada sahabatnya ini. Karena kalau Marc bilang dia langsung ditolak oleh presdir City’s Group, mungkin Tito akan langsung memintanya menyerah saat itu juga.

Jujur, Marc masih belum mau menyerah. Ia masih sangat berharap pada para tetua perusahaan.

“Hei bung! Ada apa? Bagaimana tadi?”

“O-oh..itu, baik. Mereka menyukai presentasiku.”

“Jadi? Kau diterima?”

“E-eum..itu..itu..kata mereka. Mereka akan menghubungiku lagi nanti.”

“Begitu, ya? Haahh…kau sebentar lagi akan mendapat kerja. Sebaiknya aku juga mulai mencari kerja. Aku tidak mau disebut sebagai ‘ibu rumah tangga’.”

“Memangnya kau merasa begitu?”

Tito memicing sebal kearah Marc yang membuat pria tampan itu hanya tertawa geli melihat sahabatnya, “..jadi kalau aku ibu rumah tangga, kau itu suamiku ya?” goda Tito sembari mencolek dagu Marc.

“Kalau kau lakukan itu lagi, aku benar-benar akan membuatmu tidur diluar malam ini.”

“Astaga, suamiku. Jangan marah-marah begitu. Aku takut. Lihat tanganku gemetar.”

“ESTEVE RABAT!!!”

$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $

Ji Eun melangkah keluar dari Lamborgini putih miliknya dengan ekspresis lelah. Gadis itu sedikit terhuyung dan akhirnya berakhir dengan membuang dirinya keatas sofa ruang tamu. Gadis menghela napas panjang kemudian menghembuskannya berat.

Entah bagaimana aku harus menggambarkan rasa lelahku ini…

Telapak tangannya memijat pelan keningnya yang terasa  pening kemudian mencoba untuk bangkit dan duduk sambil bersandar.

“Ji Eun-aah, sudah pulang?” sapa seorang pria paruh baya dengan senyum lebar diwajahnya.

“Oh, halabeoji. Annyeong.”

“Kenapa lagi, eo? Apa tetuah-tetuah cerewet itu menceramahimu lagi? Cih! Mereka itu benar-benar..”

“Anieo. Nan gwaenchanhayo , halabeoji. (Tidak. Aku baik-baik saja, kakek.)”

Gadis itu tersenyum berusaha meyakinkan pria tua itu kalau ia benar-benar baik-baik saja sekarang.

“Aigoo..kau itu tidak pandai berbohong. Sebaiknya kau ceritakan saja pada kakek mu ini, meski tak dapat banyak membantu, setidaknya dengan bercerita pada kakek bisa sedikit meringankan beban pikiranmu.”

Man Deok mengambil tempat disamping Ji Eun. Tubuh rentanya ia putar sedikit menghadap gadis kecilnya, “…nah, ayo ceritakan. Apa yang terjadi dikantor tadi?”

“Jujur saja, aku sangat lelah kek. Aku mau menyerah saja. Entah mengapa, akhir-akhir ini terasa begitu berat.”

“Ji Eun-aah. Kadang-kadang kau itu mengingatkanku pada ibumu, kadang juga kau mengingatkanku pada ayahmu. Tapi, aku lebih senang disaat seperti ini, sikapmu itu mengingatkanku pada seorang Kim Nana. Kau tau, bersemangat, tidak mudah menyerah, wanita yang hebat dan tak takut pada apapun. Dimana pun kau bekerja dan dengan siapapun itu, kesulitan-kesulitan macam ini pasti akan kau hadapi. Sekarang tinggal bagaimana kau menyikapinya. Tentu saja menyerah dan berputus asa bukan jawabannya. Kau tau, teguran-teguran yang diberikan tetuah-tetuah perusahaan padamu,  bukanlah hal yang harus kau jadikan beban. Jadikan itu sebagai motivasimu. Dan berubah. Aku yakin, suatu saat mereka akan melihat siapa itu Lee Ji Eun yang sebenarnya.”

“Ini masalah karyawan baru yang kan mereka rekrut sebagai manager divisi pemasaran. Entahlah, aku tau aku salah tapi..”

“Apa salahmu?”

“Aku menolaknya langsung bahkan sebelum berunding terlebih dahulu dengan para tetuah perusahaan. Yang sebenarnya, para tetuah perusahaan sangat menginginkan pemuda itu untuk bekerja sebagai manager divisi pemasaran. Menurut mereka, pemuda itu dapat menjawab semua krisis yang sedang dihadapi perusahaan pada divisi pemasaran.”

“Begitu, ya? Dan harusnya kau terima saran itu, bukan? Jangan anggap semua teguran dari tetuah-tetuah itu adalah sindirian untukmu. Mereka hanya berusaha yang terbaik untuk perusahaan itu dan juga untukmu. Mereka mencarikan seseorang yang pantas bekerja denganmu.”

Gadis itu menunduk sebentar. Dan ia senyum manis mengembang lebar diwajah lelahnya ketika diangkatnya kembali wajahnya, “..gumawo halabeoji. Perasaanku lebih baik sekarang. Halabeoji yang terbaik.”

“Ya..ya, sekarang pergilah mandi. Setelah itu turun dan kita makan malam bersama.”
Ji Eun mengangguk kemudian mengecup singkat pipi pria tua itu dan beranjak dari ruang tamu menuju kamarnya.

Perasaannya lebih baik sekarang. Toh, apa yang dikatakan kakeknya ada benarnya juga. Untuk saat-saat seperti ini, ia tak boleh menyerah begitu saja. Dan lagi, ia tak boleh mengecewakan ayahnya yang telah memberikan tanggung jawab besar ini padanya.

Appa..aku akan berusaha..akan kutunjukkan kalau putrimu ini tak kalah tangguh darimu…aku pasti bisa membuat City’s Group lebih hebat dari yang kau buat sebelumnya..

“Marc! Ada telepon untukmu!” seru Tito dari ruang tamu sembari mengayun-ayun gagang telepon yang ada ditangannya.

“Dari siapa?”

“City’s Group?”

“Ada apa?”

“Mana ku tau! Kenapa tidak kau tanya saja sendiri disini, cepat!”

Ragu-ragu, Marc menerima gagang telepon itu dari tangan Tito. Jantungnya memompa cepat ketika telinganya mendengar suara dari seberang sana menyapanya hangat.

[Selamat malam, tuan Marquez. Saya dari City’s Group.]

“O-oh i-iya..ada apa?”

[Begini, kami sudah coba berbicara dengan presdir Lee dan hasilnya..]

“E-eh, tidak apa-apa kalau aku tidak diterima. Setidaknya aku sudah berusaha dengan baik dan..”

[..anda diterima bekerja diperusahaan kami, tuan Marquez. Dan diharapkan besok anda untuk mulai bekerja di divisi pemasaran.]

“A-a-a-apa? A-anda ti-ti-tidak bercanda k-kan?” ucap Marc terbata-bata mencoba menahan gejolak dihatinya.

[Tidak, tuan Marquez. Dan masalah posisi anda akan saya beritahu besok. Selamat tuan Marquez, selamat malam.]

Sambungan telepon pun terputus. Marc merosot dengan tangannya yang bergetar hebat. Sedang Tito hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran, “..dude! kau baik-baik saja?” tanya Tito sedikit khawatir.

Marc masih belum menjawab. Tangan bahkan sekujur tubuh pria itu bergetar hebat. Bukan karena ketakutan atau apa..namun, rasa senang yang berusaha ia tahan membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat tak karuan.

Tito masih terlihat cemas. Ia tak akna berhenti merasa  cemas kalau belum mendapat jawaban apapun dari Marc. Dalam hati ia terus menduga, setauku Marc tidak punya penyakir ayan atau yang lainnya..tapi, kenapa…

“Mereka bilang..aku..aku..aku diterima..” gumam Marc hampir pada dirinya sendiri, bahkan Tito harus mendekatkan telinganya kewajah Marc untuk mendengar apa yang digumamkan pria itu.

“Mereka bilang apa?” tanya Tito lagi.

“A-aku diterima..be-besok mulai bekerja..diterima..bekerja..AAAAAAAARRGGGHHHH!!”

Sontak seruan girang Marc itu membuat Tito melonjak kaget. Digosok kupingnya yang sakit akibat teriakkan Marc dengan kesal, “..Marc! Kau gila, ya?? Kau mau membuatku tuli, hah?!”

Tak menghiraukan kekesalan Tito, Marc langsung memeluk tubuh jangkung sahabatnya itu masih sambil berseru girang.

“Astaga, kau ini kenapa hah?! Demi yang Kudus, kau perlu diperiksa ke rumah sakit jiwa, kawan!”

“Tidak, bodoh! Kau tidak dengar apa yang ku katakan tadi, hah?! Aku diterima bekerja di City’s Group, Tito. City’s Group! Bisa kau bayangkan itu! Astaga..aku tak percaya ini.”
“Jadi kau diterima?”

“Tentu saja! Haahh..aku senang sekali. Dan mulai besok, mereka ingin aku mulai bekerja.”

“Jadi..dimana mereka meletakanmu? Maksudku posisimu?”

“Entahlah..besok baru akan mereka beri tahu.”

Tito seperti menimbang sejenak sebelum menyeret sahabatnya itu ke kamar, “..anakku yang tampan, sebaiknya kau segera beristirahat sekarang. Besok kau sudah mulai bekerja, ee?”

“Anak? Sejak kapan..”

Belum Marc menyelesaikan kalimatnya, dengan cepat Tito mengecup pucuk kepala Marc yang memang lebih pendek darinya, “..tidurlah, nak..ibu menyayangimu.”

“ESTEVE RABAAAATTTTT!!!!!!!!”

“Kenapa? Itu motivasi, Marc.”

“Keluarlah sekarang sebelum aku benar-benar akan melemparmu dari sini kebawah sana.”

“Baiklah..baiklah..kau kasar sekali pada mama mu ini, nak?”

Marc baru saja akan menangkap lengan Tito namun kalah cepat dari pria bertubuh jangkung itu yang langsung melengos keluar dari kamar Marc. Tentu ia masih sadar kalau ia hanya manusia biasa dan bukan peri bersayap yang dapat terbang jika dibuang Marc dari lantai 16 apartemen ini kebawah sana.

Marc menghela napas panjang. Ia kesal pada Tito, tapi rasa kesal itu tak dapat melebihi rasa bahagia yang ia rasakan sekarang. Namun, ada satu hal yang mengganjal hatinya.

Apa yang membuat gadis itu berubah pikiran?

..to be continued..

Marc Marquez FanFic

As Long As You Love Me #11 (Part 2)

image

This is it! Happy Reading 😀

 

***************************

 

 

Part 11 (Final) : Bagian Kedua

 

Besok acara pertunangan antara Ji Eun dan Jorge akan dilaksanakan. Gaun yang akan dikenakan Ji Eun besok pun sudah dipersiapkan.

Bahkan, gaun biru muda lembut itu, sudah menggantung rapi dirak pakaian milik Ji Eun. Sangat cantik jika dipadu padankan dengan kulit putih milik Ji Eun.

Namun entah mengapa, semuanya terasa menakutkan bagi Ji Eun. Bahkan, gadis itu tak berani sedikit pun membayangkan apa yang akan terjadi, jika besok rencana kakaknya juga Marc itu gagal. Mungkin akan lebih baik dia mati dari pada harus bertunangan dan menikah dengan pria seperti Jorge. Pria licik dan menjijikan.

Malam sudah semakin larut dan jarum jam pun sudah menunjuk pukul 12 malam. Namun, mata gadis itu tak kunjung terasa berat sedikit pun. Rasa khawatir dan takut memaksa matanya untuk terus terjaga.

Gadis itu menatap layar ponselnya. Marc. Ya, pria itu bahkan tak menghubunginya. Disaat-saat seperti ini, gadis itu membutuhkan dukungan. Terlebih dukungan dari pria itu.

Kau kemana, hah? Apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak bisa tenang..

Gadis itu akhirnya berbaring. Namun matanya tak ia pejam. Ditatapnya langit-langit kamarnya dengan tatapan cemas. Air mata bahkan sudah menggenang dipelupuk matanya. Dan mungkin, dalam hitungan detik saja, air mata itu sudah akan jatuh membasahi pipinya.

Eomma..aku harus bagaimana sekarang? Bagaimana aku bisa menenagkan diriku sendiri..bagaimana? aku butuh eomma disini..

Gadis itu memutar sedikit tubuhnya kearah jendela. Menatap sayu kearah jendela itu, berharap seseorang berdiri dijendela itu dan memberinya kekuatan. Pandangan gadis itu kabur, air mata yang menggenang mulai menutup pandangannya. Sampai sebuah visualisasi khayalan akhirnya muncul didepan jendela kamarnya. Dan perlahan membuka jendela itu kemudian masuk kedalam.

Ji Eun kembali terduduk diatas kasurnya dan menatap lekat pada visualisasi khayalannya itu. Sangat sempurna, sesuai dengan khayalannya.

Perlahan, sosok yang sudah tersenyum lembut itu, merengkuh wajah Ji Eun dan mengusap kedua pipi gadis itu yang sudah basah karena air mata.

“Hei..aku dengar kau memanggilku. Aku sudah disini.” Bisik lembut khayalan Ji Eun itu.

Khayalan yang terasa dan terdengar nyata buat Ji Eun. Bahkan Ji Eun bisa merasakan tangan besar nan hangat itu mengusap lembut pipinya.

Ji Eun masih terdiam. Masih menganggap kalau khayalannya yang tervisualisasikan ini terlalu sempurna dan terkesan nyata. Gadis itu mengangkat tangannya, membalas merengkuh wajah pria dihadapannya itu dengan kedua tangan mungilnya.

Senyum lembut itu. Tatapan hangat penuh sayang itu. Ji Eun merindukan itu. Bahkan hanya dengan tatapan juga senyum lembut itu, rasa gunda dan ragu yang sedari tadi menghantuinya serasa hilang terbang entah kemana. Ada kekuatan baru yang ia rasakan.

Sampai akhirnya, sosok khayalan itu menyerang Ji Eun dengan lumatan lembut dibibir mungil gadis itu. Terasa hangat dan nyata. Sampai akhirnya Ji Eun berani mengambil kesimpulan, kalau ini semua bukan khayalan. Ini nyata. Marc ada disini. Sekarang sedang menciumnya lembut.

Ciuman itu makin dalam dan manis. Membuat keduanya enggan melepas tautan itu. Yang kemudian membuat Ji Eun kembali terbaring diatas kasurnya, dengan masih belum melepaskan tautan bibirnya dengan Marc.

Ciuman itu makin panas, hingga desahan-desahan kecil mulai terdengar dibibir mungil Ji Eun. Bibir Marc yang tadinya hanya melumat rakus bibir Ji Eun, kini mulai menjelajah ke leher gadis itu.

Ji Eun sadar ini sudah terlalu jauh, hingga akhirnya gadis itu mendorong pelan dada Marc, “..Marc..jangan..” bisik gadis itu setengah memohon.

Pria itu tersenyum, kemudian mengecup lembut kening Ji Eun, “..aku terlalu merindukanmu. Bahkan aku sampai berkhayal kalau kau memanggilku.”

Ji Eun bangkit dari kasur, kemudian menatap dalam kemata Marc dan kembali merengkuh lembut wajah pria itu, “..aku memang memanggilmu. Aku membutuhkanmu. Aku takut dan ragu tadi..tapi, karena kau sudah ada disini, semuanya hilang. Terima kasih, Marc.”

Lengan kekar itu menggiring tubuh mungil Ji Eun untuk bersandar dalam dekapannya, “..aku tak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu, Ji Eun. Aku bisa pastikan itu.”

“Aku tau, Marc..aku tau..dan kumohon, kau jangan pergi sampai aku tidur. Aku tidak bisa tidur..”

“Baiklah.”

Marc kembali membaringkan tubuh Ji Eun diatas kasur, dan mengusap lembut kening gadis itu hingga terlelap. Wajah manis yang diterpa sinar bulan itu tampak sangat sempurna. Bahkan Marc berharap kalau ia bisa melihat wajah cantik ini setiap harinya.

Kita akan bersama-sama..tidak akan terpisahkan..

********************

 

Ji Eun baru saja selesai dirias. Ia benar-benar nampak sangat cantik hari ini. Bahkan, saat mematut dirinya sendiri dicermin, Ji Eun sedikit pangling pada dirinya sendiri.

“Ku pikir kau akan melarikan diri, hm?”

Ji Eun tak berbalik. Dari patulan bayangan dicermin itu saja, Ji Eun sudah dapat dengan jelas menatap wajah kakaknya.

“Aku hanya tidak mau mengacau rencana ini.”

“Kau tidak takut kalau-kalau rencana ini gagal?”

“Aku percaya padamu dan Marc. Tidakkah itu cukup?”

Ji Hyun terdiam. Tidak biasanya Ji Eun setenang ini, “..ada apa denganmu?”

“Tidak. Tidak ada apa-apa. Memangnya kenapa?” sahut Ji Eun cepat dengan senyum manis mengembang diwajahnya.

“Bagus lah kalau begitu. Persiapkan dirimu, pertunjukannya akan segera dimulai.”

“Ku harap pertunjukkan hari ini menghibur.”

Ji Hyun hanya mengangguk sembari tersenyum menanggapi ucapan Ji Eun, “..baiklah, sebaiknya aku segera keluar dan mempersiapkan segala sesuatunya, hm?”

Ji Hyun keluar tanpa menunggu balasan dari Ji Eun lagi. Setidaknya, melihat gadis itu lebih tenang saja sudah membuat Ji Hyun lega.

Aku percaya pada oppa dan Marc. Dan itu cukup. Ya, bahkan lebih dari cukup.

Ji Eun menatap mantap bayangannya dicermin sebelum akhirnya bangkit dari situ dan berjalan keluar. Langkahnya tak gemetar, hatinya mantap dan berani. Ia tau Marc dan kakaknya tak akan asal berjanji padanya. Mereka akan menepati janji mereka. Terlebih Marc. Tak akan ada pria mana pun yang bisa mengambilnya dari Marc. Itu sudah cukup. Dan Ji Eun yakin itu.

“Kau cantik hari ini.”

Suara itu seketika menghentikan langkah kaki Ji Eun. Ingin gadis itu menatap dingin ke arah sang pemilik suara, namun entah mengapa dengan senyum manis juga tatapan yakin, gadis itu berbalik menatap sang pemilik suara, “..kau juga sama tampannya hari ini. Mungkin hari ini akan menjadi hari yang berharga dan tak akan terlupakan olehku.”

“Begitu kah? Apa lagi aku. Ayo..”

Ji Eun menyambut uluran tangan Jorge dengan lembut. Senyum penuh kemenangan terus menghiasi wajah manisnya. Ya, hari ini akan menjadi hari yang tak akan terlupakan…sampai kapan pun..

*********************

 

            Semua tamu sudah berdiri, dengan tepuk tangan meriah mereka menyambut Ji Eun dan Jorge yang berjalan beriiringan. Dengan senyum merekah yang benar-benar Ji Eun rekayasa sedemikian rupa, gadis itu berjalan dengan anggun disamping Jorge seraya merangkul lengan pria itu.

Dalam hatinya gadis itu terus berharap kalau ini semua segera berakhir. Ia sudah cukup lelah terus menerus mengumbar sandiwara seperti ini. Menurtnya terlalu memuakkan.

Sesampainya diatas panggung, gadis itu mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan itu, dan benar saja sosok Vale ada diantara tamu-tamu undangan dalam aula itu. Gadis  itu sedikit tersentak kaget, lagi matanya mencari sosok kakaknya dan Marc, namun kedua orang itu tak ditemukannya. Seketika rasa cemas mulai merasuk hatinya, Kemana mereka berdua?

Ketika seorang wanita masuk membawa cincin pertunangan, sosok Vale juga mulai maju kedepan, seakan dia ingin melihat lebih dekat lagi prosesi pertukaran cincin itu dengan mata kepalanya sendiri. Lebih seperti ingin memastikan sesuatu.

Kepanikan terjadi ketika Jorge sudah mengambil salah satu dari dua cincin itu. Wajah Ji Eun yang sedari tadi setenang air, kita berubah panik dan cemas.

“Jangan berharap kalau Marc akan menyelamatkanmu. Untuk masuk kesini pun dia tidak berhak.” Bisik Jorge dan seketika membuat mata Ji Eun terbelalak marah, “..kau tau, dan kau lihat Vale disini kan? Bayangkan saja apa yang akan terjadi pada pria kesayangnmu itu kalau dia berani ada disini.” Tambah Jorge sembari menggapai tangan kanan Ji Eun. Dan dengan sigap, gadis itu menghempas tangan Jorge. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi. Peduli setan dengan rencana kakaknya. Ini semua sudah terlalu lama dan makin memuakkan.

“Kalau begitu, kau juga jangan terlalu berharap bisa memasangkan cincin itu ke jariku!”

Seruan lantang Ji Eun itu sontak membuat para tamu terheran-heran. Banyak yang sudah saling berbisik satu sama lain. Mempertanyakan apa yang terjadi diatas sana. Bukankah ini adalah hari bahagia kedua anak itu?

Belum sempat gadis itu berlari turun, seorang pria yang tak lagi asing, maju dan menghadang Ji Eun.

“Va-Vale?”

“Kau harus melannjutkann pertunangan ini kalau kau menyayangi ayahmu, gadis manis.”

Ji Eun mengernyitkan dahinya. Dan akhirnya gadis itu teringat. Dari dai masuk kemari sampai sekarang, ayahnya tak nampak dimana pun. Dimana pria paruh baya itu? Apa Vale sedang menyembunyikannya sebagai tawanan?

“Naik kembali keatas dan lanjutkan pertunanganmu. Atau…kau lihat tombol merah ini. Entah apa yang akan terjadi pada ayahmu kalau tombol merah ini ku tekan.”

Ji Eun tak bisa menjawab apa-apa. Dan dengan patuh, juga sedikit takut, gadis itu kembali naik  ke atas panggung itu dan pasrah ketika Jorge kembali meraih tangan kanannya.

Oppa…Marc…selamatkan aku…apa yang harus aku lakukan sekarang?

“Pemaksaan seperti itu bukanlah cinta, Jorge. Apa kau sanggup hidup dengan seseorang yang bahkan sedikitpun tidak pernah mencintaimu?”

Suara itu seketika membuat pandangan para tamu tertuju kearahnya. Pemilik suara itu berjalan mendekat ke arah panggung, dimana Jorge dan Ji Eun berdiri, sedang Vale terus mengamat dari sudut panggung itu.

“Oppa..” bisik Ji Eun hampir menangis.

“Lagi pula, semuanya sudah berakhir Jorge. Dan Vale..jangan bersembunyi disitu. Kau seperti vampir yang takut matahari membakarmu.”

Disinggung membuat Vale akhirnya keluar dari persembunyiannya. Munculnya Vale membuat semua tamu tercekat terkejut. Seorang mafia dengan kejahatan terkenal, entah sejak kapan berada diantara mereka. Dan herannya, ia bisa setenang itu dalam waktu yang cukup lama dan tak melakukan apapun.

“Kolonel Lee Ji Hyun. Ku pikir hanya jabatan mu saja yang tinggi. Padahal otakmu juga lumayan cerdas. Tapi tidak secerdas itu, anak muda.” Ujar Vale sembari menunjukan sebuah remot kontrol bom waktu.

“Oh ya..soal itu. Tekan saja tombolnya. Kurasa ada yang rusak.” Balas Ji Hyun santai tanpa memperdulikan longoan Ji Eun.

“Owh..kau menantangku. Baiklah, seperti permintaanmu..kolonel.”

Ibu jari Vale menekan tombol merah bulat itu dengan yakin. Namun, hal yang ia rancang itu bahkan tak terjadi. Tak ada ledakan atau apapun yang terjadi.

“Sudah kubilang kan? Mungkin ada yang rusak. Oh ya, lain kali kalau kau punya rencana serapih itu, jangan sampai ketahuan oleh orang lain.”

“Apa..apa maksudmu?!” seru Vale panik dan sedikit geram.

“Iya, daddy…semuanya sudah cukup.”

Suara itu lantas membuat hati Vale makin membuncah marah, “..Laia..kau..”

“Dendam ini sudah keterlaluan, daddy. Aku bahkan tidak mengenalmu lagi.”

Vale tak membalas. Diliriknya Jorge yang  berada dekat dengan Ji Eun dan dengan sedikit aba-aba. Jorge langsung menodongkan pistol tepat dikepala gadis itu.

“Kalau aku tidak bisa memiliki Ji Eun. Berarti tak seorang pun bisa memilikinya. Akan lebih baik dia tidak ada.”

Ji Hyun terlihat panik. Tak ada perkiraan seperti ini dalam rencananya. Karena menurutnya, Ji Eun akan sedikit gesti saat dia datang tadi dan segera berlari kearahnya.

Baru saja jemari Jorge akan menarik pelatuk itu, sebuah tembakan peluru bius menancap tepat ditangan Jorge yang memegang pistol itu. Membuat Jorge sedikit lemah dan melepaskan cengkramannya pada Ji Eun. Dan baru saja Ji Eun akan melarikan diri, kembali lengan mungilnya ditarik paksa oleh Vale yang memang ada disitu.

“Siapa yang menembakan peluru itu, hah?!” tanya Vale geram.

“Aku.”

Sosok yang menjawab itu keluar dari  kerumunan orang. Dengan seragam FBI lengkap, Marc berjalan tanpa mengalihkan pandangannya dari Ji Eun dan Vale, “…kembalikan dia. Atau kali ini yang kutembakkan bukan hanya peluru bius.”

“Coba saja. Akan kupatahkan tangan dan leher gadis ini kalau kau berani melakukannya.”

Mendengar seperti diremehkan seperti itu oleh Vale, membuat telinga Ji Eun sedikit panas. Wajah gadis itu tampak geram dan segera terbaca oleh Ji Hyun yang mulai tersenyum geli.

“Oops..sepertinya kau meremehkan orang yang salah, Vale.” Gumam Ji Hyun.

“Sepertinya kau tidak membaca dataku dengan baik, tuan Valentino Rossi.”

Dengan segera dan tanpa diperkirakan Vale, gadis itu melawan balik, mengeluarkan semua kemampuan yang ia dapat dari kelas Taekwondo yang ia ikuti sampai mendapatkan sabuk hitam itu.

Tentu saja, Vale langsung terkapar tak berdaya dan membuat gerombolan pria berseragam FBI lengkap dengan mudah menangkap Vale, yang memang tak bisa melawan lagi.

Tanpa menunggu lagi, Ji Eun berlari menuju Marc dan memeluk pria itu. Seberani apapun gadis itu tadi, tetap saja ada sedikit rasa takut yang merasuk hatinya jika Marc dan kakaknya tidak datang tadi.

“Kau kemana saja? Aku hampir menangis tadi. Kau kan tau aku tidak bisa menangis didepan banyak orang.” Ujar gadis itu sembari terisak didada bidang Marc, “..dan lagi, kenapa kau tidak pernah cerita kalau kau itu FBI?”

“Misi rahasia, nona Lee.”

“Lihat, kau sekarang seformal itu padaku, dasar bodoh!”

Marc mempererat pelukannya, seakan tak membiarkan pelukannya itu terlepas lagi.

“Kali ini, kita tidak akan terpisahkan lagi. Aku menepati janjiku, kan?” gumam Marc dikepala Ji Eun yang hanya dibalas anggukkan gadis itu.

*******************************

 

Bibir gadis itu mengerucut, pipinya kembung membuatnya sangat menggemaskan. Hidungnya memerah karena dinginnya cuaca dimusim salju ini. Tangannya terlipat kesal sembari seorang pria dihadapannya terus berusaha meminta maaf.

“Maaf, tadi ada sedikit masalah. Kau tau..kakakmu sangat merepotkan sebagai atasan.”

“Tidak ada alasan! Kenapa kau tidak memberitahuku dan membiarkanku menunggu disini sampai hampir membeku.” Ujar gadis itu sembari merajuk.

“Maafkan aku. Lain kali tidak akan begini lagi. Aku janji.” Mohon Marc dengan tatapan berbinar, senjata andalan yang selalu dia gunakan untuk meminta maaf.

“Jangan menatapku begitu. Aku masih kesal. Kau tidak lihat hidungku sampai merah begini. Dan aku sangat kedinginan disini.”
“Maafkan aku, ya? Kalau begitu, sebagai permintaan maafku, aku akan membelikanmu novel apapun yang kau mau.”

Senyum licik mengembang diwajah Ji Eun. Mata gadis itu membulat menatap Marc penuh harap, “..apapun?”

“Iya. Apapun.”

“Sebanyak apapun?”

“Iya. Sebanyak apapun.”

Gadis itu tersenyum lebar kemudian mengamit lengan Marc dan menarik pria itu tanpa aba-aba, “..kemarin aku lihat ditoko buku kalau ada novel bagus. Kisahnya sangat menarik..”

“Sebuah? Atau beberapa?”

Marc seakan ingin kembali menarik janjinya tadi. Jika bersama Ji Eun, dan berbicara soal membeli novel, gadis itu bisa menghabiskan semua isi dompet Marc hanya dalam satu kali masuk toko buku saja.

“Jadi..kau tidak mau?” bibir gadis itu kembali mengerucut, pipinya kembali ia kembungkan.

“Baiklah..baiklah. Terserah kau saja.”

“Bagus. Karena ada beberapa buku yang harus aku beli.”

Marc hanya menghela napas panjang kemudian mencubit gemas hidung Ji Eun yang memerah itu, “..hidungmu seperti hidung badut. Merah.”

“Makanya jangan dicubit lagi.” Omel gadis itu memanja.

 

Ya…selama kau mencintaiku…selama kau percya padaku…kita akan terus bersama…setiap hari akan selalu indah…karena kau mencintaiku..dan aku juga mencintaimu…

 

THE END

 

 

Finally…setelah lama hiatus akhirnya author bisa menyelesaikan FF ini juga…maaf karena telah lama menunggu author…penyelesaian FF ini juga butuh perjuangan juga loh saudara-saudara sekalian..hehe 😀 Akhirnya, author mau mengucapkan terima kasih karena sudah mengikuti ‘As Long As You Love Me’ ini dari awal sampai akhir…terima kasih juga untuk kritik dan saran yang selalu membangun author untuk  menulis lebih baik lagi.

Akhir kata *thor..lu kayak pidato aja daah!* Author ucapkan limpah terima kasih 😀 dan ditunggu, karya-karya author selanjutnya 😀

Oh ya, buat lu orang yang penasaran sama mukanya Lee Ji Hyun (kakanya si Ji Eun) ini author kasi liat..jangan jatuh cinta, ya?? *kagak thor, tenang aja*

131-600x347

Uncategorized

As Long As You Love Me #11 (Part 1)

image

Happy reading guys!

(*segala bentuk penjelasan akan dijelaskan setelah kalian selesai membaca*)

 

*********************

 

 

Part 11 (Final) : -Bagian Pertama-

 

Undangan pertunangan sudah disebar. Dan  seminggu lagi, acara pertunangan itu dihelat disebuah aula megah yang Ji Hyun sewakan dari sahabatnya. Sedang Ji Eun. Jangan ditanya lagi, gadis itu bahkan tak lagi punya semangat hidup. Apa lagi, sudah 3 minggu lebih Marc tidak pernah menampakkan batang hidungnya didepan Ji Eun lagi. Apa pria itu benar-benar menyerah begitu saja? Batin Ji Eun.

Semuanya terkesan santai. Bahkan Ji Hyun beberapa hari ini pun hanya bermalas-malasan dirumah seperti dia yang biasanya. Seakan tak akan ada yang terjadi jika pertunangan Ji Eun dan Jorge benar-benar terjadi. Membuat Ji Eun sedikit gemas dengan sikap masa bodo kakaknya itu.

Sore itu, Ji Eun hanya mengetuk-ngetuk cemas jarinya diatas meja riasnya. Tak ada yang ia lakukan. Hanya duduk dan berpikir keras.

Kalau kau benar-benar mencintaiku..ayo datang dan selamatkan aku, Marc..aku mohon..

Ji Eun menenggelamkan wajahnya dilengannya. Menutup mata sejenak. Bermimpi sejenak. Bermimpi kalau pangeran berkuda putihnya itu akan datang dan membawanya pergi dari kehidupan tragis yang ia jalani sekarang.

“Merindukanku?”

Suara itu..suara berat yang lantas membuat kepala Ji Eun terangkat dan dengan refleks berbalik kearah suara tadi berasal.

“Marc?” gumamnya lebih pada dirinya sendiri.

Tidak! Ini khayalanku..hanya khayalan yang tervisualisasikan karena aku terlalu memikirkannya saat ini..ya, dia hanya khayalan…tapi kenapa terlihat nyata?

Perlahan gadis itu berdiri dari meja riasnya. Mendekati sosok yang menurutnya, hanya khayalannya itu. Rasa rindu yang tervisualisasikan dengan sempurna oleh khayalannya.

Tangan gadis itu terulur, berusaha menggapai wajah dengan garis tegas itu. Menyentuh pria yang tengah tersenyum lembut padanya itu.

Nyata! Ini nyata..aku bisa menyentuhnya…hangat…dia bukan khayalan, kan?

Sosok yang dikira khayalan itu pun menyerang Ji Eun dengan lumatan lembut dibibir mungil gadis itu dan menarik tubuh gadis itu kedalam rangkulannya. Dia nyata..senyata rasa ciumannya yang lembut…dia Marc..ya, Marc-ku…

Ji Eun akhirnya membuka mulutnya dan membalas ciuman hangat Marc.

Tautan bibir mereka pun terlepas, namun lingkaran lengan Ji Eun dileher Marc tidak dilepasnya. Gadis itu malah makin memperdalam pelukannya, seakan tak membiarkan Marc pergi lagi kali ini barang seinchi pun.

“Kenapa baru datang sekarang?” tanya gadis itu.

“Banyak yang harus aku kerjakan. Dan..aku juga mencari waktu yang tepat untuk bertemu denganmu.”

Marc membenamkan wajahnya dibahu mungil milik Ji Eun, menghirup aroma collogne bayi yang masih sering Ji Eun gunakan itu. Bau yang sangat khas, yang selalu bisa membuat Marc nyaman saat membenamkan wajahnya seperti ini, “..aku merindukanmu, Ji Eun. Aku bahkan hampir gila karena terlalu merindukanmu.”

“Aku juga Marc, bahkan aku sampai berpikir kalau kau menyerah begitu saja dan pergi meninggalkan aku.”

Marc membuat sedikit jarak diantara mereka dan menatap wajah Ji Eun yang terlihat cemas itu, “..bagaimana mana mungkin aku melakukan itu? Sedangkan alasanku berjuang dan bertahan sampai detik ini adalah kau.”

Suara lembut Marc, yang dipadukan dengan ucapan menyentuh pria itu, membuat hati Ji Eun menghangat. Seperti ada sesuatu yang mengalir didalam hatinya. Sangat hangat dan nyaman.

“Aku mencintaimu, Ji Eun. Dan aku tidak pernah memiliki niat untuk meninggalkanmu.  Itu sama saja dengan aku bunuh diri jika  harus hidup tanpamu.”

“Aku juga Marc. Tapi sekarang bagaimana? Pertunanganku seminggu lagi, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau bertunangan dengan pria seperti Jorge, Marc..aku juga tidak mencintai dia.”

Marc tersenyum sembari menangkup lembut wajah Ji Eun, “..aku bersumpah itu tidak akan terjadi. Kau hanya akan bertunangan, dan menikah denganku. Bukan dengan pria lain.”

Ji Eun kembali memeluk Marc. Gadis itu benar-benar salah jika beberapa hari ini meragukan Marc. Seharusnya dia bisa lebih percaya pada pria itu. Pria yang ia cintai. Dan kembali terngiang apa yang pernah Ji Hyun katakan padanya, “..oppa percaya pada Marc. Dia sangat mencintaimu. Makanya oppa yakin, dia tak akan membiarkan orang seperti Jorge sampai merebutmu darinya, hm?” Oppa saja bisa begitu percaya pada Marc, kenapa aku tidak bisa? Mulai sekarang, aku harus bisa percaya pada Marc. Karena aku tau, dia mencintaiku dan aku hanya akan menikah dengannya, bukan dengan Jorge atau pria mana pun.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

 

“Kau tentu tau kalau kakak gadis itu tak akan tinggal diam, bukan?”

“Untuk itulah aku datang kemari, Vale. Itulah yang akan aku bicarakan denganmu.”

Pria paruh baya itu menatap lurus tanpa berkedip kearah Jorge yang tersenyum tipis kearahnya, “..apa rencanamu?”

“Tidak susah. Siapkan saja orang-orang terbaikmu untuk acara pertunanganku nanti. Akan kuberitahu tugas mereka saat tiba harinya.”

Jorge tersenyum licik, begitu pula dengan Vale, “..aku selalu menyukai cara berpikirmu, Jorge. Bagus.”

Sedang disudut sana, sepasang mata terus mengamati mereka dengan senyum puas.

[Terima kasih, Laia] ujar seseorang diujung sambungan telepon itu dengan nada puas.

“Tidak masalah.”

Percakapan singkat itu berakhir. Dan gadis bernama Laia itu segera bangkit dari duduknya dan naik ke kamarnya.

Semoga berhasil, Marc. Kalau kau butuh bantuanku, apapun itu..akan aku lakukan untukmu…

Tatapannya terlempar pada pemandangan langit jingga disore itu. Sedang, ingatannya terlempar pada 10 tahun silam.

“Kau harusnya tidak melawan seperti tadi. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

Gadis itu terus memebersihkan luka pukulan diwajah anak lelaki itu tanpa perduli ringisan demi ringisan yang keluar dari mulut anak lelaki itu.

“Bagaimana mungkin aku hanya diam saja saat seorang perempuan diperlakukan seperti itu, hah? Aku tidak mau disebut banci.”

“Tapi kau babak belur juga kan?”

“Setidaknya aku melakukan sesuatu dan tidak diam saja. Buktinya kau juga tidak kenapa-kenapa kan?”

Laia menatap lembut kearah Marc, direngkuhnya wajah penuh luka pria itu dan menatap mata coklat milik anak lelaki berusia 11 tahun itu dalam, “..terima kasih, kalau begitu.” Ucapnya sebelum akhirnya mengecup pelan luka yang ada didahi Marc.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Marc dengan wajah mulai merona merah.

“Tidak. Hanya mengikuti saran kakakku. Katanya, luka kalau dicium pasti sembuh.”

“Dia membohongimu!”

Gadis itu tertawa renyah melihat tingkah kesal Marc. Sangat mirip dengan bocah berusia 5 tahun. Sangat lucu dan manis.

Tanpa sadar, air mata Laia jatuh dan membasahi pipinya. Kenangan yang terlampau indah. Kenangan yang mungkin hanya dimiliki olehnya sendiri.

Sakit. Ya, jelas hati gadis itu terasa sakit. Sudah sering kali gadis itu melayangkan protes pada Tuhan. Kenapa bukan dia yang beruntung dan bisa mendapatkan Marc? Bukankah dia yang lebih dahulu bertemu dengan Marc? Bukankah dia yang selama ini selalu ada bersama-sama Marc saat pria itu dalam kesusahan? Gadis itu baru saja masuk dalam kehidupan Marc, tapi kenapa dia yang mendapatkan apa yang paling Laia inginkan? Yaitu hati Marc.

Tapi, apa boleh buat. Diprotes sebagai manapun tetap dia telah kalah. Toh, cinta tak harus memiliki bukan? Alasan satu-satunya yang dapat Laian terima hingga saat detik ini. Kalau Marc memang bahagia dengan gadis itu…kenapa aku harus sedih? Aku juga harus bahagia bukan?

Tanpa sadar, langit jingga tadi sudah berubah gelap. Matahari yang tadi masih bersinar, sudah diganti dengan cahaya bulan dan bintang.

Aku penasaran, apakah gadis itu sudah tau kau yang sesungguhnya Marc? Bagaimana rekasinya nanti kalau dia sudah tau?

..will be continued on last part..

Guys..kalian pasti bingung kan kenapa di Part akhir ini musti ada bagian satunya? (*kayak Hunger Games : Monkingjay Pt 1 aja -_-*) Nah, berikut penjelasannya..Kenapa harus ada dua bagian? Itu karena, kalo author tulis semuanya jadianya KEPANJANGAN! Untuk itulah, author membaginya jadi 2 bagian 😀 sedikit lebay, ya reader? -_- Tapi itulah…dan, jangan lupa di LIKE atau di COMMENT ya? Saran dan kritik kalian sangat author butuhkan demi perbaikan FF author kedepan…

Terima kasih karena sudah membaca.. 😀

Marc Marquez FanFic

As Long As You Love Me #10

image

Setelah UTS..inilah lanjutan As Long As You Love Me yang sempat lama tertunda..

Happy reading guys 😀

 

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

 

Part 10 :

            “Sudah kau kerjakan apa yang aku minta?”

“Sudah saya kerjakan, kolonel. Saya juga sudah mengirimkan semua data itu ke file  milik anda.”

“Bagus. Terima kasih kalau begitu. Oh ya, satu hal, kau yakin tidak ada yang curiga, bukan?”

“Saya yakin, kolonel.”

“Baiklah. Kalau ada data tambahan langsung hubungi aku.”

Pria itu kemudian berbalik dan berjalan keluar dari ruang remang yang penuh dengan komputer canggih itu. Senyum tipis pertanda puas mengembang dibibirnya.

Kali ini..dengan cara apa kau akan membela diri lagi Jorge, batinnya. Pria itu lantas menarik ponsel dari saku jasnya dan mulai menekan-nekan layar datar benda pipih itu dengan lincah. Sampai akhirnya, ponsel apple dengan case perak itu ditempel ditelinganya.

“Halo..”, “..semuanya berjalan dengan baik. Tinggal kita tunggu saja hari baiknya.”, “..baiklah. Aku tunggu.”

Sambungan terputus. Dan langkah kaki pria itu membawanya kearah mobil porsche silver miliknya. Dan tak memakan waktu lama, mobilnya sudah menjauh dari area parkir gedung besar –yang didominasi kaca- itu.

“Baiklah. Mari kita mulai permainannya.” Gumam pria itu sembari terus memutar-mutar stir mobilnya dengan teratur.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

 

Ji Eun mengetuk-ngetuk gelisah meja riasnya. Entah sudah berapa lama gadis itu duduk disana tanpa melakukan apapun. Pikirannya penuh dengan perkataan ayahnya pagi.

“Ayah pikir tidak baik kita menunda-nunda pertunanganmu ini. Dan ayah rasa, kau tak memerlukan perawatan seperti itu. Kau sudah sangat cantik tanpa melakukan perawatan apapun, sayang.”

“Tapi, ayah  aku..”

“Lalu kapan? Aku juga setuju saja kalau ayah mau memajukan tanggal pertunangan Ji Eun dan Jorge..tidak baik juga menunda-nunda hari baik Ji Eun.”

Ji Eun hanya bisa memelototi Ji Hyun tak percaya. Entah skenario apa lagi yang sudah disusun kakaknya itu.

“Baiklah. Nanti akan ayah bicarakan lagi dengan Jorge.”

Jenius, Ji Hyun..Jenius..kau bahkan memperparah keadaanku sekarang. Lalu apa yang harus aku lakukan? Berita dari orang-orang Ji Hyun saja belum ada..apalagi Marc..

Suara deru mobil Porsche milik Ji Hyun akhirnya membangunkan Ji Eun dari lamunan dan kecemasannya. Segera gadis itu berlari keluar dari  kamarnya dan segera turun untuk menemui kakaknya.

Pria itu tersenyum lebar ketika melihat adiknya terburu-buru turun dengan wajah panik miliknya, sangat lucu, dengus geli batin Ji Hyun.

“Apa yang mereka katakan?”

Tanpa basa-basi lagi, Ji Eun langsung mencecar kakaknya itu dengan pertanyaan yang sedari tadi berkelabat diotaknya.

“Jangan disini. Ayo ikut aku.”

Ji Hyun berjalan naik kekamarnya sedang Ji Eun terus mengekor dengan cemas dari belakang kakaknya. Jantungnya memompa 2x lebih cepat dari normalnya.

“Apa yang mereka katakan?” tanya Ji Eun lagi, mengulang apa yang ia tanyakan diruang tengah tadi.

“Separuh data Jorge sudah kudapat, sisanya ada pada Marc. Dan dia sama sekali belum menghubungiku. Akan sangat bahaya kalau dia sampai terlambat mendapatkan sisa data Jorge itu.”

“Memangnya kenapa harus menunggu Marc? Toh, cukup data yang oppa dapat saja, kan?”

“Tidak, Ji Eun. Data-data yang oppa dapat ini belum cukup untuk menjebak atau pun menjerumuskan Jorge dalam pernjara bersama Vale. Untuk  itu, oppa butuh Marc juga datanya.”

Ji Eun menatap cemas kearah kakaknya itu. Ada pancaran rasa takut dari tatapan mata gadis itu. Membuat Ji Hyun, dengan refleks, membuka tangannya dan merangkul adik perempuannya itu, “..jangan khawatir..kau percaya pada Marc kan? Teruslah percaya padanya, dia tak akan membiarkanmu jatuh ketangan pria lain.”

“Tapi bagaimana kalau dia terlambat? Bagaimana kalau aku benar-benar harus menikah dengan Jorge? Aku tidak akan bahagia oppa. Aku tidak mencintai Jorge.”

“Kau tau..eomma pernah bilang padaku. Kalau kau mencintai seseorang, dan kau yakini hatimu padamu, maka percayalah padanya. Dia tak akan mengecewakanmu kalau kau yakin dia cinta sejatimu.”

Ji Eun mendongkak sedikit. Mata bulat berwarna coklat milik gadis itu menatap lurus kedalam mata Ji Hyun. Masih ada rasa takut disana. Tapi Ji Hyun berusaha mengerti, “..oppa percaya pada Marc. Dia sangat mencintaimu. Makanya oppa yakin, dia tak akan membiarkan orang seperti Jorge sampai merebutmu darinya, hm?”

Akhirnya gadis itu tersenyum. Meski masih sedikit merasa takut, tapi apa yang diucapkan Ji Hyun ada benarnya. Marc mencintainya. Apa yang perlu ia ragukan dari Marc? Tidak! Ji Hyun benar, kalau Ji Eun sendiri tidak percaya pada Marc, bagaimana mungkin semua ini bisa berjalan dengan lancar?

Gadis itu tersenyum. Senyumnya lebar. Manis. Ji Hyun sedikit terpanah. Senyum itu. Senyum yang paling ia rindukan. Senyuman yang mirip dengan senyuman ibu mereka. Senyuman paling manis yang pernah Ji Hyun lihat seumur hidupnya.

Pantas saja banyak pria yang menyukaimu..kau sama cantiknya dengan ibu…puji batin Ji Hyun. Eomma..terima kasih sudah memberikanku seorang adik yang sangat cantik. Dan maaf aku baru bisa berterima kasih sekarang.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

 

Marc berjalan mantap keluar dari kamarnya. Tak lupa benda pipih yang sedari tadi berdiam disakunya ia keluarkan. Dengan cepat, ia menekan beberapa digit nomer sampai akhirnya ponsel itu ia tempelkan ketelinga. Menunggu jawaban dari seberang sana.

“Temui aku di cafe Daydream. Aku sudah mendapatkan apa yang kau minta.”

[Bagus. Aku segera kesana.]

Percakapan pendek itu pun berakhir. Segera Marc turun kebawah dan keluar dari rumahnya. Dibawah sana, Shanti sudah mempersiapkan mobil Marc seakan ia tau kalau tuan mudanya itu akan keluar dengan BMW Cope kesayangannya itu.

Setelah menyapa dan sedikit mengobrol dengan Shanti, Marc pun tancap gas. Ia tak mau terlambat. Ya, benda kecil yang sangat penting ini harus segera sampai ketangan Ji Hyun. Ketangan si empunya rencana.

Sepertinya aku sudah mulai sedikit paham dengan rencanamu Ji Hyun..tapi, aku bisa jamin, rencana ini tak akan semulus yang kau perkirakan..

Tak memakan waktu lama, BMW  Cope milik Marc sudah terparkir rapih didepan cafe Daydream yang siang itu jarang pengunjung.

Harum semilir kopi serta wangi teh menyambut Marc saat ia masuk. Segera pria itu berjalan kearah lambayan seorang pria berwajah oriental dimeja pojok dekat jendela itu.

“Kau sudah lama disini?”

“Belum. Kupikir kau akan terlambat.”

“Aku tidak akan setega itu membiarkan calon kakak iparku menuggu lama, bukan?”

“Cih! Omonganmu sudah sama menjijikannya dengan omongan Jorge.”

Marc terkikik pelan sembari merogoh saku kemejanya dan kemudian mengeluarkan sebuah benda pipih kecil berukuran micro.

“Hmm..sudah semuanya?”

“Sudah. Itu yang paling lengkap. Sampai pada akarnya.”

“Bagus. Oh ya, pertungangan Ji Eun dan Jorge akan dipercepat. Tapi, kau jangan khawatir. Setidaknya kita sudah punya kartu AS milik Jorge.”

“Kau yakin?”

Marc bertanya seakan tak yakin dengan rencana Ji Hyun ini, “..kau yakin, semuanya akan berjalan semulus itu?”

“Maksudmu?”

“Hmph..kau tau maksudku, Ji Hyun. Jorge atau pun Vale bukanlah pria-pria bodoh yang dengan mudah itu dijatuhkan. Kalau kita punya kartu AS mereka, mungkin saja mereka memiliki kartu joker. Kartu joker yang bahkan tidak kau prediksikan dalam rencanamu ini.”

“Jadi..bagaimana menurutmu?”

“Aku punya rencana cadangan. Dan mungkin bisa dibilang rencana final.”

Dahi Ji Hyun berkerut, ia tak begitu paham dengan rencana Marc. Namun, seketika, senyum puas akhirnya mengembang diwajahnya.

“Aku suka cara berpikirmu, Marc. Yaah..bisa kupikirkan.”

“Anggap saja itu doubble joker milik kita, hm? Doubble joker yang akan segera menghentikan permainan ini.”

“Baiklah. Aku akan mengaturnya. Tapi..jangan beritahu rencana cadangan ini pada Ji Eun. Aku ingin membuat sedikit kejutan padanya.”

Sudah kubilang, tak ada yang perlu dicemaskan dari pria ini, Ji Eun..dia sanggup melindungimu…

to be continued…

Yaahh..kira-kira beginilah ceritanya..tanpa banyak bicara lagi, author tunggu komentar dan like kalian dibawah atau twitter dan facebook author 😀 jangan jadi SILENT READER atau lebih parahnya lagi PLAGIATOR 😀

Terima kasih.. 😀