This is it! Happy Reading 😀
***************************
Part 11 (Final) : Bagian Kedua
Besok acara pertunangan antara Ji Eun dan Jorge akan dilaksanakan. Gaun yang akan dikenakan Ji Eun besok pun sudah dipersiapkan.
Bahkan, gaun biru muda lembut itu, sudah menggantung rapi dirak pakaian milik Ji Eun. Sangat cantik jika dipadu padankan dengan kulit putih milik Ji Eun.
Namun entah mengapa, semuanya terasa menakutkan bagi Ji Eun. Bahkan, gadis itu tak berani sedikit pun membayangkan apa yang akan terjadi, jika besok rencana kakaknya juga Marc itu gagal. Mungkin akan lebih baik dia mati dari pada harus bertunangan dan menikah dengan pria seperti Jorge. Pria licik dan menjijikan.
Malam sudah semakin larut dan jarum jam pun sudah menunjuk pukul 12 malam. Namun, mata gadis itu tak kunjung terasa berat sedikit pun. Rasa khawatir dan takut memaksa matanya untuk terus terjaga.
Gadis itu menatap layar ponselnya. Marc. Ya, pria itu bahkan tak menghubunginya. Disaat-saat seperti ini, gadis itu membutuhkan dukungan. Terlebih dukungan dari pria itu.
Kau kemana, hah? Apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak bisa tenang..
Gadis itu akhirnya berbaring. Namun matanya tak ia pejam. Ditatapnya langit-langit kamarnya dengan tatapan cemas. Air mata bahkan sudah menggenang dipelupuk matanya. Dan mungkin, dalam hitungan detik saja, air mata itu sudah akan jatuh membasahi pipinya.
Eomma..aku harus bagaimana sekarang? Bagaimana aku bisa menenagkan diriku sendiri..bagaimana? aku butuh eomma disini..
Gadis itu memutar sedikit tubuhnya kearah jendela. Menatap sayu kearah jendela itu, berharap seseorang berdiri dijendela itu dan memberinya kekuatan. Pandangan gadis itu kabur, air mata yang menggenang mulai menutup pandangannya. Sampai sebuah visualisasi khayalan akhirnya muncul didepan jendela kamarnya. Dan perlahan membuka jendela itu kemudian masuk kedalam.
Ji Eun kembali terduduk diatas kasurnya dan menatap lekat pada visualisasi khayalannya itu. Sangat sempurna, sesuai dengan khayalannya.
Perlahan, sosok yang sudah tersenyum lembut itu, merengkuh wajah Ji Eun dan mengusap kedua pipi gadis itu yang sudah basah karena air mata.
“Hei..aku dengar kau memanggilku. Aku sudah disini.” Bisik lembut khayalan Ji Eun itu.
Khayalan yang terasa dan terdengar nyata buat Ji Eun. Bahkan Ji Eun bisa merasakan tangan besar nan hangat itu mengusap lembut pipinya.
Ji Eun masih terdiam. Masih menganggap kalau khayalannya yang tervisualisasikan ini terlalu sempurna dan terkesan nyata. Gadis itu mengangkat tangannya, membalas merengkuh wajah pria dihadapannya itu dengan kedua tangan mungilnya.
Senyum lembut itu. Tatapan hangat penuh sayang itu. Ji Eun merindukan itu. Bahkan hanya dengan tatapan juga senyum lembut itu, rasa gunda dan ragu yang sedari tadi menghantuinya serasa hilang terbang entah kemana. Ada kekuatan baru yang ia rasakan.
Sampai akhirnya, sosok khayalan itu menyerang Ji Eun dengan lumatan lembut dibibir mungil gadis itu. Terasa hangat dan nyata. Sampai akhirnya Ji Eun berani mengambil kesimpulan, kalau ini semua bukan khayalan. Ini nyata. Marc ada disini. Sekarang sedang menciumnya lembut.
Ciuman itu makin dalam dan manis. Membuat keduanya enggan melepas tautan itu. Yang kemudian membuat Ji Eun kembali terbaring diatas kasurnya, dengan masih belum melepaskan tautan bibirnya dengan Marc.
Ciuman itu makin panas, hingga desahan-desahan kecil mulai terdengar dibibir mungil Ji Eun. Bibir Marc yang tadinya hanya melumat rakus bibir Ji Eun, kini mulai menjelajah ke leher gadis itu.
Ji Eun sadar ini sudah terlalu jauh, hingga akhirnya gadis itu mendorong pelan dada Marc, “..Marc..jangan..” bisik gadis itu setengah memohon.
Pria itu tersenyum, kemudian mengecup lembut kening Ji Eun, “..aku terlalu merindukanmu. Bahkan aku sampai berkhayal kalau kau memanggilku.”
Ji Eun bangkit dari kasur, kemudian menatap dalam kemata Marc dan kembali merengkuh lembut wajah pria itu, “..aku memang memanggilmu. Aku membutuhkanmu. Aku takut dan ragu tadi..tapi, karena kau sudah ada disini, semuanya hilang. Terima kasih, Marc.”
Lengan kekar itu menggiring tubuh mungil Ji Eun untuk bersandar dalam dekapannya, “..aku tak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu, Ji Eun. Aku bisa pastikan itu.”
“Aku tau, Marc..aku tau..dan kumohon, kau jangan pergi sampai aku tidur. Aku tidak bisa tidur..”
“Baiklah.”
Marc kembali membaringkan tubuh Ji Eun diatas kasur, dan mengusap lembut kening gadis itu hingga terlelap. Wajah manis yang diterpa sinar bulan itu tampak sangat sempurna. Bahkan Marc berharap kalau ia bisa melihat wajah cantik ini setiap harinya.
Kita akan bersama-sama..tidak akan terpisahkan..
********************
Ji Eun baru saja selesai dirias. Ia benar-benar nampak sangat cantik hari ini. Bahkan, saat mematut dirinya sendiri dicermin, Ji Eun sedikit pangling pada dirinya sendiri.
“Ku pikir kau akan melarikan diri, hm?”
Ji Eun tak berbalik. Dari patulan bayangan dicermin itu saja, Ji Eun sudah dapat dengan jelas menatap wajah kakaknya.
“Aku hanya tidak mau mengacau rencana ini.”
“Kau tidak takut kalau-kalau rencana ini gagal?”
“Aku percaya padamu dan Marc. Tidakkah itu cukup?”
Ji Hyun terdiam. Tidak biasanya Ji Eun setenang ini, “..ada apa denganmu?”
“Tidak. Tidak ada apa-apa. Memangnya kenapa?” sahut Ji Eun cepat dengan senyum manis mengembang diwajahnya.
“Bagus lah kalau begitu. Persiapkan dirimu, pertunjukannya akan segera dimulai.”
“Ku harap pertunjukkan hari ini menghibur.”
Ji Hyun hanya mengangguk sembari tersenyum menanggapi ucapan Ji Eun, “..baiklah, sebaiknya aku segera keluar dan mempersiapkan segala sesuatunya, hm?”
Ji Hyun keluar tanpa menunggu balasan dari Ji Eun lagi. Setidaknya, melihat gadis itu lebih tenang saja sudah membuat Ji Hyun lega.
Aku percaya pada oppa dan Marc. Dan itu cukup. Ya, bahkan lebih dari cukup.
Ji Eun menatap mantap bayangannya dicermin sebelum akhirnya bangkit dari situ dan berjalan keluar. Langkahnya tak gemetar, hatinya mantap dan berani. Ia tau Marc dan kakaknya tak akan asal berjanji padanya. Mereka akan menepati janji mereka. Terlebih Marc. Tak akan ada pria mana pun yang bisa mengambilnya dari Marc. Itu sudah cukup. Dan Ji Eun yakin itu.
“Kau cantik hari ini.”
Suara itu seketika menghentikan langkah kaki Ji Eun. Ingin gadis itu menatap dingin ke arah sang pemilik suara, namun entah mengapa dengan senyum manis juga tatapan yakin, gadis itu berbalik menatap sang pemilik suara, “..kau juga sama tampannya hari ini. Mungkin hari ini akan menjadi hari yang berharga dan tak akan terlupakan olehku.”
“Begitu kah? Apa lagi aku. Ayo..”
Ji Eun menyambut uluran tangan Jorge dengan lembut. Senyum penuh kemenangan terus menghiasi wajah manisnya. Ya, hari ini akan menjadi hari yang tak akan terlupakan…sampai kapan pun..
*********************
Semua tamu sudah berdiri, dengan tepuk tangan meriah mereka menyambut Ji Eun dan Jorge yang berjalan beriiringan. Dengan senyum merekah yang benar-benar Ji Eun rekayasa sedemikian rupa, gadis itu berjalan dengan anggun disamping Jorge seraya merangkul lengan pria itu.
Dalam hatinya gadis itu terus berharap kalau ini semua segera berakhir. Ia sudah cukup lelah terus menerus mengumbar sandiwara seperti ini. Menurtnya terlalu memuakkan.
Sesampainya diatas panggung, gadis itu mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan itu, dan benar saja sosok Vale ada diantara tamu-tamu undangan dalam aula itu. Gadis itu sedikit tersentak kaget, lagi matanya mencari sosok kakaknya dan Marc, namun kedua orang itu tak ditemukannya. Seketika rasa cemas mulai merasuk hatinya, Kemana mereka berdua?
Ketika seorang wanita masuk membawa cincin pertunangan, sosok Vale juga mulai maju kedepan, seakan dia ingin melihat lebih dekat lagi prosesi pertukaran cincin itu dengan mata kepalanya sendiri. Lebih seperti ingin memastikan sesuatu.
Kepanikan terjadi ketika Jorge sudah mengambil salah satu dari dua cincin itu. Wajah Ji Eun yang sedari tadi setenang air, kita berubah panik dan cemas.
“Jangan berharap kalau Marc akan menyelamatkanmu. Untuk masuk kesini pun dia tidak berhak.” Bisik Jorge dan seketika membuat mata Ji Eun terbelalak marah, “..kau tau, dan kau lihat Vale disini kan? Bayangkan saja apa yang akan terjadi pada pria kesayangnmu itu kalau dia berani ada disini.” Tambah Jorge sembari menggapai tangan kanan Ji Eun. Dan dengan sigap, gadis itu menghempas tangan Jorge. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi. Peduli setan dengan rencana kakaknya. Ini semua sudah terlalu lama dan makin memuakkan.
“Kalau begitu, kau juga jangan terlalu berharap bisa memasangkan cincin itu ke jariku!”
Seruan lantang Ji Eun itu sontak membuat para tamu terheran-heran. Banyak yang sudah saling berbisik satu sama lain. Mempertanyakan apa yang terjadi diatas sana. Bukankah ini adalah hari bahagia kedua anak itu?
Belum sempat gadis itu berlari turun, seorang pria yang tak lagi asing, maju dan menghadang Ji Eun.
“Va-Vale?”
“Kau harus melannjutkann pertunangan ini kalau kau menyayangi ayahmu, gadis manis.”
Ji Eun mengernyitkan dahinya. Dan akhirnya gadis itu teringat. Dari dai masuk kemari sampai sekarang, ayahnya tak nampak dimana pun. Dimana pria paruh baya itu? Apa Vale sedang menyembunyikannya sebagai tawanan?
“Naik kembali keatas dan lanjutkan pertunanganmu. Atau…kau lihat tombol merah ini. Entah apa yang akan terjadi pada ayahmu kalau tombol merah ini ku tekan.”
Ji Eun tak bisa menjawab apa-apa. Dan dengan patuh, juga sedikit takut, gadis itu kembali naik ke atas panggung itu dan pasrah ketika Jorge kembali meraih tangan kanannya.
Oppa…Marc…selamatkan aku…apa yang harus aku lakukan sekarang?
“Pemaksaan seperti itu bukanlah cinta, Jorge. Apa kau sanggup hidup dengan seseorang yang bahkan sedikitpun tidak pernah mencintaimu?”
Suara itu seketika membuat pandangan para tamu tertuju kearahnya. Pemilik suara itu berjalan mendekat ke arah panggung, dimana Jorge dan Ji Eun berdiri, sedang Vale terus mengamat dari sudut panggung itu.
“Oppa..” bisik Ji Eun hampir menangis.
“Lagi pula, semuanya sudah berakhir Jorge. Dan Vale..jangan bersembunyi disitu. Kau seperti vampir yang takut matahari membakarmu.”
Disinggung membuat Vale akhirnya keluar dari persembunyiannya. Munculnya Vale membuat semua tamu tercekat terkejut. Seorang mafia dengan kejahatan terkenal, entah sejak kapan berada diantara mereka. Dan herannya, ia bisa setenang itu dalam waktu yang cukup lama dan tak melakukan apapun.
“Kolonel Lee Ji Hyun. Ku pikir hanya jabatan mu saja yang tinggi. Padahal otakmu juga lumayan cerdas. Tapi tidak secerdas itu, anak muda.” Ujar Vale sembari menunjukan sebuah remot kontrol bom waktu.
“Oh ya..soal itu. Tekan saja tombolnya. Kurasa ada yang rusak.” Balas Ji Hyun santai tanpa memperdulikan longoan Ji Eun.
“Owh..kau menantangku. Baiklah, seperti permintaanmu..kolonel.”
Ibu jari Vale menekan tombol merah bulat itu dengan yakin. Namun, hal yang ia rancang itu bahkan tak terjadi. Tak ada ledakan atau apapun yang terjadi.
“Sudah kubilang kan? Mungkin ada yang rusak. Oh ya, lain kali kalau kau punya rencana serapih itu, jangan sampai ketahuan oleh orang lain.”
“Apa..apa maksudmu?!” seru Vale panik dan sedikit geram.
“Iya, daddy…semuanya sudah cukup.”
Suara itu lantas membuat hati Vale makin membuncah marah, “..Laia..kau..”
“Dendam ini sudah keterlaluan, daddy. Aku bahkan tidak mengenalmu lagi.”
Vale tak membalas. Diliriknya Jorge yang berada dekat dengan Ji Eun dan dengan sedikit aba-aba. Jorge langsung menodongkan pistol tepat dikepala gadis itu.
“Kalau aku tidak bisa memiliki Ji Eun. Berarti tak seorang pun bisa memilikinya. Akan lebih baik dia tidak ada.”
Ji Hyun terlihat panik. Tak ada perkiraan seperti ini dalam rencananya. Karena menurutnya, Ji Eun akan sedikit gesti saat dia datang tadi dan segera berlari kearahnya.
Baru saja jemari Jorge akan menarik pelatuk itu, sebuah tembakan peluru bius menancap tepat ditangan Jorge yang memegang pistol itu. Membuat Jorge sedikit lemah dan melepaskan cengkramannya pada Ji Eun. Dan baru saja Ji Eun akan melarikan diri, kembali lengan mungilnya ditarik paksa oleh Vale yang memang ada disitu.
“Siapa yang menembakan peluru itu, hah?!” tanya Vale geram.
“Aku.”
Sosok yang menjawab itu keluar dari kerumunan orang. Dengan seragam FBI lengkap, Marc berjalan tanpa mengalihkan pandangannya dari Ji Eun dan Vale, “…kembalikan dia. Atau kali ini yang kutembakkan bukan hanya peluru bius.”
“Coba saja. Akan kupatahkan tangan dan leher gadis ini kalau kau berani melakukannya.”
Mendengar seperti diremehkan seperti itu oleh Vale, membuat telinga Ji Eun sedikit panas. Wajah gadis itu tampak geram dan segera terbaca oleh Ji Hyun yang mulai tersenyum geli.
“Oops..sepertinya kau meremehkan orang yang salah, Vale.” Gumam Ji Hyun.
“Sepertinya kau tidak membaca dataku dengan baik, tuan Valentino Rossi.”
Dengan segera dan tanpa diperkirakan Vale, gadis itu melawan balik, mengeluarkan semua kemampuan yang ia dapat dari kelas Taekwondo yang ia ikuti sampai mendapatkan sabuk hitam itu.
Tentu saja, Vale langsung terkapar tak berdaya dan membuat gerombolan pria berseragam FBI lengkap dengan mudah menangkap Vale, yang memang tak bisa melawan lagi.
Tanpa menunggu lagi, Ji Eun berlari menuju Marc dan memeluk pria itu. Seberani apapun gadis itu tadi, tetap saja ada sedikit rasa takut yang merasuk hatinya jika Marc dan kakaknya tidak datang tadi.
“Kau kemana saja? Aku hampir menangis tadi. Kau kan tau aku tidak bisa menangis didepan banyak orang.” Ujar gadis itu sembari terisak didada bidang Marc, “..dan lagi, kenapa kau tidak pernah cerita kalau kau itu FBI?”
“Misi rahasia, nona Lee.”
“Lihat, kau sekarang seformal itu padaku, dasar bodoh!”
Marc mempererat pelukannya, seakan tak membiarkan pelukannya itu terlepas lagi.
“Kali ini, kita tidak akan terpisahkan lagi. Aku menepati janjiku, kan?” gumam Marc dikepala Ji Eun yang hanya dibalas anggukkan gadis itu.
*******************************
Bibir gadis itu mengerucut, pipinya kembung membuatnya sangat menggemaskan. Hidungnya memerah karena dinginnya cuaca dimusim salju ini. Tangannya terlipat kesal sembari seorang pria dihadapannya terus berusaha meminta maaf.
“Maaf, tadi ada sedikit masalah. Kau tau..kakakmu sangat merepotkan sebagai atasan.”
“Tidak ada alasan! Kenapa kau tidak memberitahuku dan membiarkanku menunggu disini sampai hampir membeku.” Ujar gadis itu sembari merajuk.
“Maafkan aku. Lain kali tidak akan begini lagi. Aku janji.” Mohon Marc dengan tatapan berbinar, senjata andalan yang selalu dia gunakan untuk meminta maaf.
“Jangan menatapku begitu. Aku masih kesal. Kau tidak lihat hidungku sampai merah begini. Dan aku sangat kedinginan disini.”
“Maafkan aku, ya? Kalau begitu, sebagai permintaan maafku, aku akan membelikanmu novel apapun yang kau mau.”
Senyum licik mengembang diwajah Ji Eun. Mata gadis itu membulat menatap Marc penuh harap, “..apapun?”
“Iya. Apapun.”
“Sebanyak apapun?”
“Iya. Sebanyak apapun.”
Gadis itu tersenyum lebar kemudian mengamit lengan Marc dan menarik pria itu tanpa aba-aba, “..kemarin aku lihat ditoko buku kalau ada novel bagus. Kisahnya sangat menarik..”
“Sebuah? Atau beberapa?”
Marc seakan ingin kembali menarik janjinya tadi. Jika bersama Ji Eun, dan berbicara soal membeli novel, gadis itu bisa menghabiskan semua isi dompet Marc hanya dalam satu kali masuk toko buku saja.
“Jadi..kau tidak mau?” bibir gadis itu kembali mengerucut, pipinya kembali ia kembungkan.
“Baiklah..baiklah. Terserah kau saja.”
“Bagus. Karena ada beberapa buku yang harus aku beli.”
Marc hanya menghela napas panjang kemudian mencubit gemas hidung Ji Eun yang memerah itu, “..hidungmu seperti hidung badut. Merah.”
“Makanya jangan dicubit lagi.” Omel gadis itu memanja.
Ya…selama kau mencintaiku…selama kau percya padaku…kita akan terus bersama…setiap hari akan selalu indah…karena kau mencintaiku..dan aku juga mencintaimu…
THE END
Finally…setelah lama hiatus akhirnya author bisa menyelesaikan FF ini juga…maaf karena telah lama menunggu author…penyelesaian FF ini juga butuh perjuangan juga loh saudara-saudara sekalian..hehe 😀 Akhirnya, author mau mengucapkan terima kasih karena sudah mengikuti ‘As Long As You Love Me’ ini dari awal sampai akhir…terima kasih juga untuk kritik dan saran yang selalu membangun author untuk menulis lebih baik lagi.
Akhir kata *thor..lu kayak pidato aja daah!* Author ucapkan limpah terima kasih 😀 dan ditunggu, karya-karya author selanjutnya 😀
Oh ya, buat lu orang yang penasaran sama mukanya Lee Ji Hyun (kakanya si Ji Eun) ini author kasi liat..jangan jatuh cinta, ya?? *kagak thor, tenang aja*